Kata Pangantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya penyusunan makalah yang brjudul
“Mahkamah Konstitusi” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pnulisan
makalah ini banyak mengalami kendala, namun kendala-kendala tersebut dapat
diatasi.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam
pemahaman masyarkat tentang MK atau Mahkamah Kostitusi khususnya penulis selaku
mahasiswa hukum di Universitas Pendidikan Nasional.
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Denpasar, 15 Februari 2014
Penulis
Daftar IsI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
3
A.
Latar
Belakang ........................................................................................................ 3
B.
Tujuan.......................................................................................................................
3
C.
Rumusan
Masalah ................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................
4
A.
Pengertian
Mahkamah Konstitusi............................................................................
4
B.
Sejarah
Pembentukan Mahkamah Konstitusi...........................................................
4
C.
Kedudukan,
Kewenangan dan Kewajiban Mahkamah Konstitusi..........................
5
D.
Tugas
Pokok dan Fungsi..........................................................................................
6
E.
Struktur
Organisasi Mahkamah Konstitusi..............................................................
16
F.
Undang-Undang
yang Mengatur Mahkamah Konstitusi.........................................
17
G.
Hubungan
Mahkamah Konstitusi dengan Lembaga lainnya....................................
19
BAB III PENUTUP............................................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
26
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mahkamah kostitusi pada pokoknya memang perlu
untuk dibentuk karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang
mendasar atas dasar UUD 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan
perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru
dalam system kenegaraan, yaitu antara lain dengan adanya system prinsip
“Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balance” sebagai peganti system supremasi
parlemen yang berlaku sebelumnya. Akibat dari perubahan tersebut maka perlu
diadakannya mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi
antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan sama atau bersifat sederajat,
yang kewenangannya ditentukan dalam UUD.
B.
Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Hukum Konstitusi serta makalah ini juga bertujuan agar mahasiswa lebih bisa
memahami tentang Mahkamah Konstitusi, baik itu sejarahnya, hubungannya dengan
lembaga lainnya, fungsinya dan lain-lain.
C.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Mahkamah Konstitusi?
2. Bagaimana hubungan antara Mahkamah Konstitusi
dengan lembaga negara lainnya?
3. Apa saja tugas, kewenangan, kedudukan,
kewajiban dan fungsi mahkamah konstitusi?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mahkamah Konstitusi
Mahkamah
Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
B.
Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi
Sejarah
berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK
(Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam
ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945
hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK
merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang
muncul di abad ke-20.
Setelah
disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan
MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara
sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan
Keempat.DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai
Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah
menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara
Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).Dua hari kemudian, pada
tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun
2003 hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan
sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus
2003.Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke
MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK
sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945.
C.
Kedudukan, Kewenangan dan Kewajiban Mahkamah
Konstitusi
-
Kedudukan
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
-
Kewenangan
Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1.
Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
Memutus pembubaran partai politik, dan
4.
Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.
-
Kewajiban
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa
a) penghianatan terhadap negara;
b) korupsi;
c) penyuapan;
d) tindak pidana lainnya;
2. atau perbuatan tercela, dan/atau
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa
a) penghianatan terhadap negara;
b) korupsi;
c) penyuapan;
d) tindak pidana lainnya;
2. atau perbuatan tercela, dan/atau
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
D.
Tugas Pokok dan Fungsi
1.
Panitera
Panitera merupakan jabatan fungsional yang menjalankan
tugas teknis administratif peradilan Mahkamah Konstitusi, fungsi Panitera
menyelenggarakan tugas teknis administratif peradilan sebagaimana berikut:
a.
koordinasi pelaksanaan teknis peradilan di
Mahkamah Konstitusi;
b.
pembinaan dan pelaksanaan administrasi
perkara;
c.
pembinaan pelayanan teknis kegiatan peradilan
di Mahkamah Konstitusi; dan
d.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
Ketua Mahkamah Konstitusi sesuai dengan bidang tugasnya.
1.1 Panitera
Muda I
Panitera
Muda I mempunyai tugas membantu Panitera untuk melaksanakan tugas teknis
administratif peradilan Mahkamah Konstitusi dengan fungsi:
a. Penyiapan
koordinasi pelaksanaan teknis peradilan di Mahkamah Konstitusi bidang pengujian
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perselisihan tentang
hasil pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
b. Penyiapan
pembinaan dan pelaksanaan administrasi perkara bidang pengujian undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perselisihan tentang hasil pemilihan umum
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
c. Penyiapan
pembinaan pelayanan teknis kegiatan peradilan di Mahkamah Konstitusi bidang
pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perselisihan
tentang hasil pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
1.2 Panitera
Muda II
Panitera
Muda II mempunyai tugas membantu Panitera untuk melaksanakan tugas teknis
administratif peradilan Mahkamah Konstitusi dengan fungsi:
a. Penyiapan koordinasi pelaksanaan teknis
peradilan di Mahkamah Konstitusi bidang pembubaran partai politik, pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah;
b. Penyiapan
pembinaan dan pelaksanaan administrasi perkara bidang pembubaran partai
politik, pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum
oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela,
dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah; dan
c. Penyiapan
pembinaan pelayanan teknis kegiatan peradilan di Mahkamah Konstitusi bidang
pembubaran partai politik, pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah.
2.
Sekretaris Jenderal
Sekretariat
Jenderal menjalankan tugas teknis administratif Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia dengan fungsi:
a.
perencanaan, analisis dan evaluasi, pengawasan
administrasi umum dan administrasi peradilan, serta penataan organisasi dan
tata laksana;
b.
pengelolaan keuangan dan pengembangan sumber
daya manusia;
c.
pengelolaan kerumahtanggaan, kearsipan dan
ekspedisi, serta barang milik negara;
d.
pelaksanaan hubungan masyarakat dan kerja
sama, tata usaha pimpinan dan protokol, serta kesekretariatan kepaniteraan;
e.
penelitian dan pengkajian perkara,
pengelolaan perpustakaan, serta pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi;
dan
f.
pendidikan Pancasila dan Konstitusi.
3.
Biro Perencanaan dan Pengawasan
Biro
Perencanaan dan Pengawasan mempunyai tugas melaksanakan perencanaan, penyusunan
rencana strategis, program kerja dan anggaran, analisis dan evaluasi,
pengawasan administrasi umum dan administrasi peradilan, serta penataan
organisasi dan tata laksana. Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, Biro Perencanaan dan Pengawasan mempunyai fungsi:
a.
penyusunan rencana, rencana strategis,
program kerja dan anggaran, serta analisis dan evaluasi kinerja;
b.
pelaksanaan pengawasan administrasi umum dan
administrasi peradilan; dan
c.
pelaksanaan penataan organisasi dan tata
laksana, serta reformasi birokrasi.
Bagian Perencanaan, Analisis dan Evaluasi
Bagian
Perencanaan, Analisis dan Evaluasi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
rencana, rencana strategis, program kerja dan anggaran, serta analisis dan
evaluasi kinerja dengan fungsi:
a. penyiapan
bahan penyusunan rencana, rencana strategis, program kerja dan anggaran, serta
pelaksanaan ketatausahaan biro; dan
b. penyiapan
bahan analisis dan evaluasi kinerja.
3.1.1. Subbagian
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Subbagian
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan rencana, rencana strategis, program kerja dan anggaran, serta
ketatausahaan biro.
3.1.2. Subbagian
Analisis dan Evaluasi Kinerja
Subbagian
Analisis dan Evaluasi Kinerja mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
analisis dan evaluasi kinerja, analisis, evaluasi, dan penyusunan laporan
kinerja.
3.2. Bagian
Pengawasan, Organisasi dan Tata Laksana
Bagian
Pengawasan, Organisasi dan Tata Laksana mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
administrasi umum dan administrasi peradilan, penataan organisasi dan tata
laksana, serta reformasi birokrasi dengan fungsi:
a. penatausahaan
pengawasan administrasi umum dan administrasi peradilan; dan
b. pelaksanaan
penataan organisasi dan tata laksana, serta reformasi birokrasi.
3.2.1. Subbagian
Pengawasan Internal
Subbagian
Pengawasan Internal mempunyai tugas melakukan penatausahaan pelaksanaan
pengawasan administrasi umum dan administrasi peradilan
3.2.2.
Subbagian Organisasi dan Tata Laksana
Subbagian
Organisasi dan Tata Laksana mempunyai tugas melakukan penataan organisasi dan
tata laksana, serta reformasi birokrasi
4. Biro Keuangan
dan Kepegawaian
Biro
Keuangan dan Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan keuangan dan
pengembangan sumber daya manusia mempunyai fungsi:
a.
pengelolaan perbendaharaan, verifikasi dan
akuntansi, serta penyusunan laporan keuangan; dan
b.
pengembangan pegawai, pelaksanaan
administrasi hakim, serta administrasi dan kesejahteraan pegawai
4.1. Bagian
Keuangan
Bagian
Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perbendaharaan, verifikasi
dan akuntansi, serta penyusunan laporan keuangan mempunyai fungsi:
a. pengelolaan
perbendaharaan; dan
b. pelaksanaan
verifikasi dan akuntansi, serta penyusunan laporan keuangan.
4.1.1. Subbagian
Perbendaharaan
Subbagian
Perbendaharaan mempunyai tugas melakukan pengelolaan perbendaharaan.
4.1.2. Subbagian
Verifikasi, Akuntansi, dan Pelaporan
Subbagian
Verifikasi, Akuntansi dan Pelaporan mempunyai tugas melakukan verifikasi dan
akuntansi, serta penyusunan laporan keuangan
4.2 Bagian
Administrasi Hakim dan Kepegawaian
Bagian
Administrasi Hakim dan Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan pengembangan
pegawai, dan administrasi hakim, serta administrasi dan kesejahteraan pegawai
mempunyai fungsi:
a. pelaksanaan
pengelolaan administrasi hakim, administrasi dan kesejahteraan pegawai, serta
ketatausahaan biro; dan
b. perencanaan
dan pengembangan kebutuhan dan sistem manajemen kepegawaian, serta perencanaan
dan pengembangan potensi dan kapasitas pegawai.
4.2.1. Subbagian
Administrasi Hakim, dan Administrasi dan Kesejahteraan Pegawai
Subbagian
Administrasi Hakim, Administrasi dan Kesejahteraan Pegawai mempunyai tugas
melakukan pengelolaan administrasi hakim, administrasi dan kesejahteraan
pegawai, serta pelaksanaan ketatausahaan biro.
4.2.2. Subbagian
Pengembangan Pegawai
Subbagian
Pengembangan Pegawai mempunyai tugas melakukan perencanaan dan pengembangan
kebutuhan dan sistem manajemen kepegawaian, pembinaan pegawai serta perencanaan
dan pengembangan potensi dan kapasitas pegawai.
5. Biro Hubungan
Masyarakat dan Protokol
Biro
Hubungan Masyarakat dan Protokol mempunyai tugas melaksanakan hubungan
masyarakat, kerja sama, tata usaha pimpinan dan protokol, serta kesekretariatan
kepaniteraan mempunyai fungsi:
a.
pelaksanaan hubungan masyarakat, hukum dan
kerja sama, serta pengelolaan dokumentasi sejarah Konstitusi dan Mahkamah
Konstitusi;
b.
pelaksanaan ketatausahaan pimpinan dan
keprotokolan; dan
c.
pelaksanaan kesekretariatan kepaniteraan dan
risalah.
5.1. Bagian
Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama
Bagian
Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama mempunyai tugas melaksanakan hubungan
masyarakat, hukum dan kerja sama, serta pengelolaan dokumentasi sejarah
Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi:
a. pelaksanaan
hubungan masyarakat dan pengelolaan dokumentasi sejarah Konstitusi dan Mahkamah
Konstitusi; dan
b. penyusunan
peraturan perundang-undangan, pemberian bantuan hukum untuk internal,
penyusunan perjanjian dan pelaksanaan kerja sama, serta ketatausahaan biro.
5.1.1. Subbagian
Hubungan Masyarakat
Subbagian
Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melakukan hubungan masyarakat, peliputan,
pemberitaan, dan penerbitan, serta pengelolaan dokumentasi sejarah Konstitusi
dan Mahkamah Konstitusi.
5.1.2. Subbagian
Hukum dan Kerja Sama
Subbagian
Hukum dan Kerja Sama mempunyai tugas melakukan penyusunan peraturan
perundang-undangan, pemberian bantuan hukum untuk internal, penyusunan
perjanjian dan pelaksanaan kerja sama, serta ketatausahaan biro
5.2. Bagian
Tata Usaha Pimpinan dan Protokol
Bagian
Tata Usaha Pimpinan dan Protokol mempunyai tugas melaksanakan ketatausahaan
pimpinan dan keprotokolan mempunyai fungsi:
a. pelaksanaan
ketatausahaan Ketua dan Wakil Ketua, Hakim, serta Sekretaris Jenderal; dan
b. pelaksanaan
keprotokolan.
5.2.1. Subbagian
Tata Usaha Pimpinan
Subbagian
Tata Usaha Pimpinan mempunyai tugas melakukan ketatausahaan Ketua dan Wakil
Ketua, Hakim, serta Sekretaris Jenderal.
5.2.2. Subbagian
Protokol
Subbagian
Protokol mempunyai tugas melakukan pelayanan keprotokolan kegiatan pimpinan,
persidangan, dan tamu
5.3. Bagian
Tata Usaha Kepaniteraan dan Risalah
Bagian Tata Usaha
Kepaniteraan dan Risalah mempunyai tugas melaksanakan kesekretariatan
kepaniteraan dan urusan risalah persidangan mempunyai fungsi:
a. pelaksanaan
ketatausahaan kepaniteraan; dan
b. penyusunan,
inventarisasi, dan dokumentasi serta pelayanan risalah persidangan
5.3.1. Subbagian
Tata Usaha Kepaniteraan
Subbagian
Tata Usaha Kepaniteraan mempunyai tugas melakukan ketatausahaan kepaniteraan.
5.3.2. Subbagian
Risalah
Subbagian
Risalah mempunyai tugas melakukan penyusunan, inventarisasi, dan dokumentasi
serta pelayanan risalah persidangan.
6. Biro Umum
Biro
Umum mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kerumahtanggaan, kearsipan dan
ekspedisi, serta barang milik negara mempunyai fungsi:
a.
pengelolaan rumah tangga dan pengamanan
dalam; dan
b.
pelaksanaan pengadaan barang/jasa, urusan
perlengkapan dan barang milik negera, urusan fasilitas persidangan, serta
urusan arsip dan ekspedisi.
6.1. Bagian
Rumah Tangga dan Pengamanan Dalam
Bagian
Rumah Tangga dan Pengamanan Dalam mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan rumah
tangga dan pengamanan dalam mempunyai fungsi:
a. pengelolaan
rumah tangga; dan
b. pengelolaan
pengamanan dalam
6.1.1. Subbagian
Rumah Tangga
Subbagian
Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan pengelolaan rumah tangga kantor dan
rumah jabatan.
6.1.2. Subbagian
Pengamanan Dalam
Subbagian
Pengamanan Dalam mempunyai tugas melakukan pengamanan persidangan, kantor, dan
rumah jabatan.
6.2. Bagian
Pengadaan, Perlengkapan, dan Fasilitas Persidangan, Arsip dan Ekspedisi
Bagian
Pengadaan, Perlengkapan, dan Fasilitas Persidangan, Arsip dan Ekspedisi
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pengadaan barang/jasa, urusan
perlengkapan, dan urusan fasilitas persidangan, serta urusan arsip dan
ekspedisi mempunyai fungsi:
a. pengelolaan
pengadaan barang/jasa, urusan perlengkapan, dan urusan fasilitas persidangan;
dan
b. pengelolaan
arsip dan ekspedisi, serta ketatausahaan biro.
6.2.1. Subbagian
Pengadaan, Perlengkapan, dan Fasilitas Persidangan
Subbagian
Pengadaan, Perlengkapan, dan Fasilitas Persidangan mempunyai tugas melakukan pengadaan
barang/jasa, pengelolaan perlengkapan dan fasilitas persidangan, serta
penyusunan analisis kebutuhan, penatausahaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemeliharaan dan penghapusan barang milik negara.
6.2.2. Subbagian
Arsip dan Ekspedisi
Subbagian
Arsip dan Ekspedisi mempunyai tugas melakukan pengelolaan persuratan, arsip dan
ekspedisi, serta ketatausahaan biro.
7. Pusat
Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Pusat
Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengkajian perkara,
pengelolaan perpustakaan, serta pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi
mempunyai fungsi:
a.
penelitian;
b.
pengkajian perkara;
c.
penyiapan konsep pendapat hukum;
d.
penyusunan penafsiran putusan Mahkamah
Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.
penyusunan yurisprudensi;
f.
penyusunan kaidah hukum;
g.
pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi;
h.
pengelolaan perpustakaan;
i.
pengelolaan teknologi informasi dan
komunikasi; dan
j.
pelaksanaan ketatausahaan pusat.
7.1. Bidang
Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Perpustakaan
Bidang
Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Perpustakaan mempunyai tugas melaksanakan
penelitian, pengkajian perkara, penyiapan konsep pendapat hukum, penyusunan
penafsiran putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, penyusunan yurisprudensi, penyusunan kaidah
hukum, pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan putusan Mahkamah
Konstitusi, serta pengelolaan perpustakaan.
7.2. Bidang
Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Bidang
Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan
pengembangan, pemanfaatan, dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi.
7.3. Subbagian
Tata Usaha
Subbagian
Tata Usaha mempunyai tugas melakukan ketatausahaan Pusat Penelitian dan
Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
8. Pusat Pendidikan
Pancasila dan Konstitusi
Pusat
Pendidikan Pancasila dan Konstitusi mempunyai tugas melaksanakan
penyelenggaraan pendidikan Pancasila dan Konstitusi mempunyai fungsi:
a.
penyelenggaraan pendidikan Pancasila dan
Konstitusi; dan
b.
pengelolaan sarana, prasarana, dan
ketatausahaan pusat.
8.1. Bidang
Program dan Penyelenggaraan
Bidang
Program dan Penyelenggaraan mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan
pendidikan Pancasila dan Konstitusi mempunyai fungsi:
a. perencanaan
dan pengembangan program dan kurikulum pendidikan, serta evaluasi dan pelaporan
penyelenggaraan pendidikan Pancasila dan Konstitusi; dan
b. penyelenggaraan
pendidikan Pancasila dan Konstitusi
8.1.1. Subbidang
Program dan Evaluasi
Subbidang
Program dan Evaluasi mempunyai tugas melakukan perencanaan dan pengembangan
program dan kurikulum pendidikan, pengembangan tenaga pengajar, serta evaluasi
dan pelaporan penyelenggaraan pendidikan Pancasila dan Konstitusi.
8.1.2. Subbidang
Penyelenggaraan
Subbidang
Penyelenggaraan mempunyai tugas melakukan penyelenggaraan pendidikan Pancasila
dan Konstitusi.
8.2. Bagian
Umum
Bagian
Umum mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sarana, prasarana dan
ketatausahaan pusat mempunyai fungsi:
a. penyediaan
dan pemeliharaan sarana dan prasarana, serta pengamanan dalam; dan
b. pengelolaan
keuangan, administrasi kepegawaian, arsip dan dokumentasi, serta ketatausahaan
pusat.
8.2.1. Subbagian
Sarana dan Prasarana
Subbagian
Sarana dan Prasarana mempunyai tugas melakukan penyediaan dan pemeliharaan
sarana dan prasarana, serta pengamanan dalam.
8.2.2. Subbagian
Tata Usaha
Subbagian
Tata Usaha mempunyai tugas melakukan pengelolaan keuangan, administrasi
kepegawaian, arsip dan dokumentasi, serta ketatausahaan pusat.
E.
Struktur Organisasi Mahkamah Konstitusi
Berdasarkan Peraturan Sekretaris
Jenderal Mahkamah Konstitusi Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kepaniteraan dan Sekretris Jenderal Mahkamah Konstitusi Sebagai
Berikut:
|
|
|
F.
Undang-Undang yang Mengatur Mahkamah Konstitusi
Undang-undang yang mengatur lembaga Mahkamah
Konstitusi terdapat pada UUD RI 1945 Pasal 24c dan UU No.23 Tahun 2003.
-
UUD RI
1045 Pasal 24C berisikan :
1.
Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, mmemutus sengketa kewenangan lembaga begara daan kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar,memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
2.
Mahkamah
Konstitusi memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaraan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar.
3.
Mahkamah
Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga
orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga oleh Presiden.
4.
Ketua
dan Waki Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
5.
Hakim
konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap
sebagai pejabat negara.
6.
Pengangkatan
dan pemberhentian hakim konstitusi, hokum acara serta ketentuan lainnya tentang
Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
-
UU
No.23 Tahun 2003
Menimbang :
a. bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan
untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang tertib, bersih, makmur,
dan berkeadilan;
b. bahwa
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai
peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum
sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 perlu mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian
hakim konstitusi, hukum acara, dan ketentuan lainnya tentang Mahkamah
Konstitusi;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Mahkamah Konstitusi;
Mengingat :
1. Pasal
7A, Pasal 7B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24C, dan Pasal 25
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879)
Undang-undang
yang mengatur mahkamah konstitusi ini
juga terdapat pada “Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden Republik Indonesia yang memutuskan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi
yang memiliki 8 BAB :
1.
BAB I tentang KETENTUAN UMUM
2.
BAB II tentang KEDUDUKAN DAN SUSUNAN
3.
BAB III tentang KEKUASAAN MAHKAMAH
KONSTITUSI
4.
BAB IV tentang PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM
KONSTITUSI
5.
BAB V tentang HUKUM ACARA
6.
BAB VI tentang KETENTUAN LAIN-LAIN
7.
BAB VII tentang KETENTUAN PERALIHAN
8.
BAB VIII tentang KETENTUAN PENUTUP
G. Hubungan
Mahkamah Konstitusi dengan Lembaga lainnya
1. Hubungan dengan
Mahkamah Agung
Hubungan antara Mahkamah Konstitusi
dengan Mahkamah Agung juga terkait dengan materi perkara pengujian
undang-undang. Setiap perkara yang telah diregistrasi wajib diberitahukan
kepada Mahkamah Agung, agar pemeriksaan atas perkara pengujian peraturan di
bawah undang-undang yang bersangkutan oleh Mahkamah Agung dihentikan sementara
sampai putusan atas perkara pengujian undang-undang yang bersangkutan dibacakan
oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pertentangan
antara pengujian undang-undang yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan
pengujian peraturan di bawah undang-undang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Mengenai kemungkinan sengketa kewenangan
antar lembaga negara, untuk sementara waktu menurut ketentuan Pasal 65 UU No.
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dikecualikan dari
ketentuan mengenai pihak yang dapat berperkara di Mahkamah Konstitusi,
khususnya yang berkaitan dengan perkara sengketa kewenangan antar lembaga
negara. Apakah pengecualian ini tepat? Sesungguhnya ketentuan semacam ini kurang
tepat, karena sebenarnya tidaklah terdapat alasan yang kuat untuk mengecualikan
Mahkamah Agung sebagai ‘potential party’
dalam perkara sengketa kewenangan. Salah satu alasan mengapa pengecualian ini
diadakan ialah karena pembentuk undang-undang menganggap bahwa sebagai sesama
lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman tidak seharusnya Mahkamah Agung
ditempatkan sebagai pihak yang berperkara di Mahkamah Konstitusi. Putusan
Mahkamah Agung, seperti halnya Mahkamah Konstitusi bersifat final, dan karena
itu dikuatirkan jika Mahkamah Agung dijadikan pihak, putusannya menjadi tidak
final lagi. Di samping itu, timbul pula kekuatiran jika Mahkamah Agung menjadi
pihak yang bersengketa dengan Mahkamah Konstitusi, maka kewenangan utnuk
memutus secara sepihak ada pada Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, diambil
jalan pintas untuk mengecualikan Mahkamah Agung dari ketentuan mengenai pihak
yang dapat berperkara dalam persoalan sengketa kewenangan konstitusional di
Mahkamah Konstitusi.
Padahal, dalam kenyataannya dapat saja Mahkamah
Agung terlibat sengketa dalam menjalankan kewenangannya dengan lembaga negara
lain menurut Undang-Undang Dasar di luar urusan putusan kasasi ataupun
peninjauan kembali (PK) yang bersifat final. Misalnya, ketika jabatan Wakil
Ketua Mahkamah Agung yang lowong hendak diisi, pernah timbul kontroversi,
lembaga manakah yang berwenang memilih Wakil Ketua Mahkamah Agung tersebut.
Menurut ketentuan UUD, ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan
oleh anggota Mahkamah Agung. Tetapi, menurut ketentuan UU yang lama tentang
Mahkamah Agung yang ketika itu masih berlaku, mekanisme pemilihan Wakil Ketua
Mahkamah Agung itu masih dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Jika
kontroversi itu berlanjut dan menimbulkan sengketa antara Pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat berkenaan dengan kewenangan yang dimiliki oleh DPR atau MA,
maka otomatis Mahkamah Agung harus bertindak sebagai pihak dalam berperkara di
Mahkamah Konstitusi.
Namun demikian, terlepas dari persoalan tersebut di
atas, yang jelas ketentuan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
yang mengecualikan Mahkamah Agung seperti itu dapat diterima sekurang-kurangnya
untuk sementara ketika Mahkamah Konstitusi sendiri baru didirikan. Jika praktek
penyelenggaraan peradilan konstitusi ini nantinya telah berkembang sedemikian
rupa, bukan tidak mungkin suatu saat nanti ketentuan UU tentang Mahkamah
Konstitusi mengenai hal tersebut dapat disempurnakan sebagaimana mestinya.
Dengan demikian, hubungan antara Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung berkaitan
dengan status MA sebagai salah satu lembaga pengisi jabatan hakim konstitusi
dan status MA sebagai penguji peraturan di bawah undang-undang.
2. Hubungan dengan
Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat adalah organ
pembentuk undang-undang. Karena itu, dalam memeriksa undang-undang yang
diajukan pengujiannya, Mahkamah Konstitusi harus memperhatikan dan
mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh keterangan, baik lisan maupun tertulis
dari pihak Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembentuk Undang-Undang. Di samping
itu, seperti sudah dikemukakan di atas, DPR juga merupakan salah satu lembaga
yang berwenang mengisi 3 (tiga) orang hakim konstitusi dengan cara memilih
calon-calon untuk diajukan 3 (tiga) orang terpilih kepada Presiden yang
selanjutnya akan menerbitkan Keputusan Presiden untuk mengangkat mereka bertiga
sebagaimana mestinya.
Dewan Perwakilan Rakyat juga dapat
bertindak sebagai pihak dalam persidangan perkara sengketa kewenangan antar
lembaga negara. Misalnya, DPR dapat saja berwengketa dengan Dewan Perwakilan
Daerah dalam menjalankan kewenangannya menurut Undang-Undang Dasar. Begitu juga
DPR dapat saja bersengketa dengan Presiden, dengan BPK, atau dengan MPR dalam
menjalankan kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar
kepada lembaga-lembaga tersebut. Di samping itu, DPR juga berperan penting
dalam penentuan anggaran negara, termasuk dalam hal ini adalah anggaran MK yang
tersendiri sesuai ketentuan Undang-Undang.
Dengan perkataan lain, hubungan antara
Mahkamah Konstitusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dapat berkaitan dengan
status DPR sebagai salah satu lembaga pengisi jabatan hakim konstitusi, DPR
sebagai pembentuk undang-undang, dan DPR sebagai lembaga negara yang berpotensi
bersengketa dengan lembaga negara lain dalam menjalankan kewenangan yang
diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Di samping itu, sengketa hasil pemilihan
umum yang berpengaruh terhadap terpilih tidaknya anggota DPR; dan yang terakhir
pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden atau Wakil Presiden telah melanggar
hukum atau telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945, juga ditentukan dan diputuskan oleh MK.
Dalam hal yang terakhir ini, DPR bertindak sebagai pemohon kepada MK.
3. Hubungan dengan
Presiden/Pemerintah
Selain bertindak sebagai penyelenggara
administrasi negara tertinggi dan karena itu, semua pengangkatan pejabat
negara, termasuk hakim konstitusi dilakukan dengan Keputusan Presiden, Presiden
sendiri diberi wewenang oleh UUD untuk menentukan pengisian 3 dari 9 hakim
konstitusi. Di samping itu, segala ketentuan mengenai struktur organisasi dan
tata kerja serta kepegawaian Mahkamah Konstitusi tetap harus tunduk di bawah
kewenangan administrasi negara yang berpuncak pada Presiden. Karena itu,
meskipun MK bersifat independen sebagai lembaga merdeka yang tidak boleh
diintervensi oleh lembaga manapun termasuk pemerintah, tetapi Sekretaris
Jenderal/kesekretariat-jenderalan dan Panitera/kepaniteraan MK tetap merupakan
bagian dari sistem adminitrasi negara yang berpuncak pada lembaga kepresidenan.
Tentu saja, dalam menjalankan tugasnya, Sekretaris Jenderal dan Panitera
bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Konstitusi, bukan kepada Presiden.
Karena itu, Ketua MK selain bertindak sebagai ketua persidangan, juga bertindak
sebagai penanggungjawab umum administrasi negara di lingkungan Mahkamah
Konstitusi.
Selain itu, Presiden/Pemerintah juga
mempunyai peran sebagai ko-legislator. Meskipun pembentuk undang-undang secara
konstitusional adalah DPR, tetapi karena perannya yang besar dalam proses
pembahasan bersama dengan DPR, dan adanya ketentuan bahwa setiap rancangan
undang-undang menghendaki persetujuan bersama serta kedudukan Presiden sebagai
pejabat yang mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang, maka
Presiden juga dapat disebut sebagai ko-legislator, meskipun dalam kedudukan
yang lebih lemah dibandingkan dengan kedudukan DPR. Kedudukan yang lebih lemah
ini misalnya tercermin dalam kenyataan bahwa apabila RUU telah disahkan oleh
DPR sebagai tanda telah mendapat persetujuan bersama, maka dalam 30 hari sejak
itu, meskipun RUU tersebut tidak disahkan/ditandatangani oleh Presiden, maka
RUU tersebut berlaku dengan sendirinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(5) UUD 1945 pasca Perubahan.
Sebagai ko-legislator, maka setiap
pengujian Undang-Undang oleh MK tidak boleh mengabaikan pentingnya keterangan,
baik lisan ataupun tulisan, dari pihak pemerintah. Apalagi, di samping sebagai
ko-legislator, Pemerintah/Presiden juga merupakan salah satu lembaga pelaksana
undang-undang (eksekutif). Karena itu, Pemerintah sangat tepat untuk disebut
sebagai pihak yang paling tahu dan mengerti mengenai latar maupun kegunaan atau
kerugian yang diperoleh karena ada atau tidak adanya Undang-Undang yang
bersangkutan. Karena itu, dalam setiap pengujian UU, keterangan dari pihak
pemerintah seperti halnya keterangan dari pihak DPR sangat diperlukan oleh MK,
kecuali dalam perkara-perkara yang menurut penilaian MK sendiri demikian
sederhananya sehingga tidak lagi memerlukan keterangan Pemerintah atau DPR.
Dalam hal perkara pembubaran partai
politik, yang bertindak sebagai pemohon adalah pemerintah. Sedangkan dalam
perkara perselisihan hasil pemilihan umum, pemerintah tidak boleh terlibat sama
sekali, karena Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah pihak yang
terlibat kepentingan, sehingga mereka ini tidak boleh ikut campur dalam urusan
perselisihan hasil pemilihan umum. Dalam penentuan rincian dan realisasi
anggaran APBN, meskipun besarannya telah ditetapkan sebagaimana mestinya dalam APBN,
tetapi pelaksanaannya lebih lanjut tetap memerlukan dukungan pemerintah dalam
hal ini Departemen Keuangan sebagaimana mestinya. Namun demikian, hal itu tidak
boleh mempengaruhi keterpisahan hubungan antara Pemerintah dengan Mahkamah
Konstitusi, dan tidak boleh mempengaruhi atau mengganggu Mahkamah Konstitusi
dalam menjalankan tugas konstitusional di bidang peradilan.
4. Hubungan dengan
Komisi Yudisial
Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 menyebut:
“Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”. Dalam ayat (4) pasal tersebut ditentukan
pula: “Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang”.
Dibaca secara harfiah, maka subjek yang akan diawasi oleh Komisi Yudisial ini
adalah semua hakim menurut Undang-Undang Dasar 1945. Artinya, semua hakim dalam
jajaran Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi termasuk dalam pengertian hakim
menurut Pasal 24B ayat (1) tersebut. Namun demikian, jika ditelusuri sejarah
perumusan Pasal 24B ayat (1) tersebut, ketentuan Pasal 24C yang mengatur
tentang Mahkamah Konstitusi tidak terkena maksud pengaturan yang tercantum
dalam Pasal 24B tentang Komisi Yudisial. Fungsi komisi ini semula hanya
dimaksudkan terkait dengan Mahkamah Agung yang diatur dalam Pasal 24A. Komisi
Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, dan karena itu subjek
hukum yang diawasi oleh Komisi Yudisial juga adalah para hakim agung pada
Mahkamah Agung.
Namun demikian, karena secara harfiah,
Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 hanya menyebut perkataan “... serta perilaku
hakim”, bukan “... serta perilaku hakim agung”, maka tafsir fungsi Komisi
Yudisial menurut ayat ini mau tidak mau tidak terbatas hanya pada hakim agung,
melainkan seluruh hakim. Akan tetapi, keseluruhan hakim yang dimaksudkan itupun
hanya terbatas pada jajaran hakim di lingkungan Mahkamah Agung, dan tidak
mencakup pengertian hakim konstitusi. Baik secara historis (historical interpretation) maupun secara
sistematis (systematic interpretation)
yaitu dengan melihat urutan sistematis pasal demi pasal, hakim konstitusi
memang tidak termasuk subjek yang diawasi oleh Komisi Yudisial. Namun demikian,
berdasarkan penafsiran harfiah, hakim konstitusipun dapat pula dimasukkan ke
dalam pengertian hakim yang diawasi menurut ketentuan Pasal 24B ayat (1)
tersebut. Oleh karena itulah Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial menganut pengertian yang terakhir ini, yaitu menafsirkan kata ‘hakim’
dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 secara luas sehingga mencakup seluruh jajaran
hakim dalam lingkungan Mahkamah Agung dan semua hakim pada Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Bab III mengenai wewenang dan
tugas Komisi Yudisial, yaitu dalam ketentuan Pasal 13 sampai dengan Pasal 25 UU
No.22 Tahun 2004 tersebut. Dengan demikian, Komisi Yudisial berfungsi sebagai
lembaga pengawas Mahkamah Konstitusi, yaitu melalui kewenangannya untuk menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku para hakim
konstitusi sebagaimana mestinya
BAB
III
PENUTUP
Sejarah
berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK
(Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam
ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945
hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan
salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di
abad ke-20.
Undang-undang yang mengatur lembaga Mahkamah
Konstitusi terdapat pada UUD RI 1945 Pasal 24c dan UU No.23 Tahun 2003.
Mahkamah
Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.
Mahkamah
Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi wajib
memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
diduga:
1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa
a) penghianatan terhadap negara;
b) korupsi;
c) penyuapan;
d) tindak pidana lainnya;
2. atau perbuatan tercela, dan/atau
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa
a) penghianatan terhadap negara;
b) korupsi;
c) penyuapan;
d) tindak pidana lainnya;
2. atau perbuatan tercela, dan/atau
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
DAFTAR PUSTAKA
-
Asshiddiqie Jimly. (2008). Menegakkan Tiang
Konstitusi. Jakarta.
-
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK.
(2010). Hukum Acara MK. Jakarta.
-
Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemen
-
Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi