Laman

Kamis, 12 Maret 2015

Makalah Lengkap Tentang Korupsi

Oleh : I Nyoman Yoga Ariadnya


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Korupsi, itulah kata yang udah tidak asing lagi yang selalu kita dengar setiap saat, bukan saja di Indonesia namun kejaatan tindak pidana korupsi ini sudah berada di seluruh Negara yang ada di dunia. Perilaku korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa. Di Indonesia, perilaku korupsi telah berlangsung cukup lama dengan pola penyebaran yang hampir merata. Bahkan Indonesia pernah menduduki peringkat pertama sebagai negara terkorup di Asia Oknum-oknum yang terlibat berasal dari berbagai unsur, mulai dari DPR-RI, DPRD, aparat pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai perangkat desa serta institusi swasta dan masyarakat biasa dari berbagai latar belakang dan profesi. Beberapa upaya telah dilakukan untuk memberantas perilaku korupsi, misalnya dengan membentuk komisi khusus (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk menangani kasus kasus tindak pidana korupsi. Upaya lain yang perlu dilakukan untuk mencegah perilaku korupsi sejak dini adalah melalui “pendidikan anti korupsi” dalam keluarga dan sekolah. Namun tetap saja korupsi tersebut tetap ada di Indonesia, pemerintah sudah menggunakan berbagai cara untuk memberantas korupsi di Indonesia namun seperti yang kita semua lihat, oknum-oknum tertentu tetap saja melakukan hal tersebut. Masyarakat banyak yang menderita karena korupsi yang dilakukan oleh oknum tertentu dalam pemerintah, hak yang seharusnya menjadi milik masyarakat dipakai untuk memenuhi hasrat atau keuntungan pribadi oleh pejabat-pejabat yang tidak bertanggungjawab tersebut.   Termasuk di pemerintahan daerah, korupsi masih banyak terjadi dalam pemerintah daerah karena kata karupsi tersebut memiliki arti luas. Arti dari korupsi bisa dikategorikan dalam beberapa hal seperti korupsi waktu, korupsi tugas dan korupsi lainnya. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang korupsi yang ada di pemerintah daerah.

1.2.RUMUSAN MASALAH
  1. Apa saja bentuk pencegahan korupsi yang ada di dalam pemerintahan daerah?
  2. Apa peran mahasiswa dalam penegakan hukum korupsi yang ada di pemerintah daerah?



1.3.TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada mahasiswa dan masyarakat bagaimana tindakan korupsi itu sangat merugikan bagi masyarakat dan Negara dan selain itu juga agar masyarakat tahu apa yang seharusnya dilakukan ketika menemukan kasus korupsi dalam pemerintah daerah, sehingga masyarakat tahu kemana dan apa yang harus dilakukan agar perilaku korupsi itu tidak bertambah parah.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1.KAJIAN UMUM DARI KORUPSI
2.1.1.       DASAR HUKUM KORUPSI
Sebelum kita masuk dalam kajian umum dari tindak pidana korupsi, alangkah baiknya terlebih dahulu kita harus mengenal apa yang menjadi dasar dan penindakan kejahatan korupsi di Negara Indonesia ini. Adapun undang-undang dan  peraturan yang mengatur tentang korupsi adalah sebagai berikut :[1]
1.      Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
2.      Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
3.      Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4.      Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
5.      Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6.      Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
7.      Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang
8.      Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK
9.      Undang-Undangn No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
10.  Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK
2.1.2.      DEFINISI KORUPSI
Menurut pendapat penulis secara pribadi, Korupsi adalah suatu perbuatan untuk memenuhi sesuatu secara instan  yang tidak bertanggung jawab dengan merugikan pihak lain yang melalui prosedur yang salah dan melanggar ketentuan yang sudah ada sebelumnya.  
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. Sekalipun sudah dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum, pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain mengkaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Begitu luasnya aspek-aspek yang terkait dengan korupsi hingga organisasi internasional seperti PPB memiliki badan khusus yang memantau korupsi dunia. Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi-definisi umum dan pendapat para pakar.[2]
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea : 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Di Malaysia terdapat peraturan anti korupsi, dipakai kata “resuah” berasal dari bahasa Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama dengan korupsi (Andi Hamzah: 2002). Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan (al-Misbah al-Munir–al Fayumi, al-Muhalla–Ibnu Hazm). Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah yang antara lain menyatakan: ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah.  Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479). Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”(S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976). [3]
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali : 1998) :3
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
2.1.3.      DAMPAK SOSIAL DAN KEMISKINAN MASYARAKAT
Seperti yang kita sudah ketahui semua, bahwa dampak dari korupsi ini sudah hampir diketahui oleh masyarakat termasuk masyarakat kecil pun mengetahuinya. Namun secara faktanya dampak dari korupsi sangat banyak dan tidak semua diketahui oleh masyarakat, namun dalam penulisan di makalah ini penulis akan membahas dampak dari korupsi dari segi dampak social dan kemiskinan masyarakat karena dampak inilah yang paling terasa atau dialami oleh masyarakat di Indonesia secara luas. Bagi masyarakat miskin korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasa dan saling bertaut satu sama lain. Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni semakin mahalnya jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan, dan pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin yakni pengalihan sumber daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan pembangunan. Hal ini secara langsung memiliki pengaruh kepada langgengnya kemiskinan.
Bagi masyarakat miskin korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasa dan saling bertaut satu sama lain. Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni semakin mahalnya jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan, dan pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin yakni pengalihan sumber daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan pembangunan. Hal ini secara langsung memiliki pengaruh kepada langgengnya kemiskinan. Berikut adalah beberapa hal yang menjadi dampak langsung yang langsung dirasakan oleh masyarakat,yaitu: [4]
1. Mahalnya Harga Jasa dan Pelayanan Publik
Praktek korupsi yang terjadi menciptakan ekonomi biaya tinggi. Beban yang ditanggung para pelaku ekonomi akibat korupsi disebut high cost economy. Dari istilah pertama di atas terlihat bahwa potensi korupsi akan sangat besar terjadi di negara-negara yang menerapkan kontrol pemerintah secara ketat dalam praktek perekonomian. Alias memiliki kekuatan monopoli yang besar, karena rentan sekali terhadap penyalahgunaan. Yang disalahgunakan adalah perangkat-perangkat publik atau pemerintahan dan yang diuntungkan adalah kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi. Kondisi ekonomi biaya tinggi ini berimbas pada mahalnya harga jasa dan pelayanan publik, karena harga yang ditetapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku ekonomi akibat besarnya modal yang dilakukan karena penyelewengan yang mengarah ke tindak korupsi.
2. Pengentasan Kemiskinan Berjalan Lambat
Jumlah penduduk miskin (hidup di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49 persen), turun 1,00 juta orang (0,84 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Selama periode Maret 2010-Maret 2011, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 0,05 juta orang (dari 11,10 juta orang pada Maret 2010 menjadi 11,05 juta orang pada Maret 2011), sementara di daerah perdesaan berkurang sekitar 0,95 juta orang (dari 19,93 juta orang pada Maret 2010 menjadi 18,97 juta orang pada Maret 2011) (BPS: 1 Juli 2011).
Jumlah Penduduk Miskin Menurut Daerah
Maret 2010 – Maret 2011
Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang)
Persentase Penduduk Miskin
1
2
3
Perkotaan
Maret 2010
11,10
9,87
Maret 2011
11,05
9,23
Perdesaan
Maret 2010
19,93
16,56
Maret 2011
18,97
15,72
Kota+Desa
Maret 2010
31,02
13,33
Maret 2011
30,02
12,49
Pengentasan kemiskinan dirasakan sangat lambat. Hal ini terjadi karena berbagai sebab seperti lemahnya koordinasi dan pendataan, pendanaan dan lembaga. Karena korupsi dan permasalahan kemiskinan itu sendiri yang pada akhirnya akan membuat masyarakat sulit untuk mendapatkan akses ke lapangan kerja yang disebabkan latar belakang pendidikan, sedangkan untuk membuat pekerjaan sendiri banyak terkendala oleh kemampuan, masalah teknis dan pendanaan.
3. Terbatasnya Akses Bagi Masyarakat Miskin
Korupsi yang telah menggurita dan terjadi di setiap aspek kehidupan mengakibatkan high-cost economy, di mana semua harga-harga melambung tinggi dan semakin tidak terjangkau oleh rakyat miskin. Kondisi ini mengakibatkan rakyat miskin semakin tidak bisa mendapatkan berbagai macam akses dalam kehidupannya. Harga bahan pokok seperti beras, gula, minyak, susu dan sebagainya saat ini sangat tinggi. Kondisi ini mengakibatkan penderitaan khusunya bagi bayi dan anak-anak karena ketercukupan gizinya kurang. Untuk mendapatkan bahan pokok ini rakyat miskin harus mengalokasikan sejumlah besar uang dari sedikit pendapatan yang dimilikinya. Rakyat miskin tidak bisa mengakses jasa dengan mudah seperti: pendidikan, kesehatan, rumah layak huni, informasi, hukum dsb. Rakyat miskin lebih mendahulukan mendapatkan bahan pokok untuk hidup daripada untuk sekolah. Kondisi ini akan semakin menyudutkan rakyat miskin karena mengalami kebodohan. Dengan tidak bersekolah, maka akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak menjadi sangat terbatas, yang pada akhirnya rakyat miskin tidak mempunyai pekerjaan dan selalu dalam kondisi yang miskin seumur hidup. Situasi ini layak disebut sebagai lingkaran setan.
4. Meningkatnya Angka Kriminalitas
Dampak korupsi, tidak diragukan lagi dapat menyuburkan berbagai jenis kejahatan dalam masyarakat. Melalui praktik korupsi, sindikat kejahatan atau penjahat perseorangan dapat leluasa melanggar hukum, menyusupi berbagai oraganisasi negara dan mencapai kehormatan. Di India, para penyelundup yang popular, sukses menyusup ke dalam tubuh partai dan memangku jabatan penting. Di Amerika Serikat, melalui suap, polisi korup menyediakan proteksi kepada organisasi-organisasi kejahatan dengan pemerintahan yang korup. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan. Menurut Transparency International, terdapat pertalian erat antara korupsi dan kualitas serta kuantitas kejahatan. Rasionya, ketika korupsi meningkat, angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika korupsi berhasil dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga meningkat. Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam masyarakat. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada kesadaran hukum masyarakat. Memang secara ideal, angka kejahatan akan berkurang jika timbul kesadaran masyarakat (marginal detterence). Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat sudah memadai.
5. Solidaritas Sosial Semakin Langka dan Demoralisasi
Korupsi yang begitu masif yang terjadi membuat masyarakat merasa tidak mempunyai pegangan yang jelas untuk menjalankan kehidupannya sehari-hari. Kepastian masa depan yang tidak jelas serta himpitan hidup yang semakin kuat membuat sifat kebersamaan dan kegotong-royongan yang selama ini dilakukan hanya menjadi retorika saja.  Masyarakat semakin lama menjadi semakin individualis yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan keluarganya saja. Mengapa masyarakat melakukan hal ini dapat dimengerti, karena memang sudah tidak ada lagi kepercayaan kepada pemerintah, sistem, hukum bahkan antar masyarakat sendiri. Orang semakin segan membantu sesamanya yang terkena musibah atau bencana, karena tidak yakin bantuan yang diberikan akan sampai kepada yang membutuhkan dengan optimal. Ujungnya mereka yang terkena musibah akan semakin menderita. Di lain sisi partai-partai politik berlomba-lomba mendirikan posko bantuan yang tujuan utamanya adalah sekedar mencari dukungan suara dari masyarakat yang terkena musibah atau bencana, bukan secara tulus meringankan penderitaan dan membantu agar lebih baik.Solidaritas yang ditunjukkan adalah solidaritas palsu. Sudah tidak ada lagi keikhlasan, bantuan yang tulus, solidaritas yang jujur apa adanya. Kondisi ini akan menciptakan demoralisasi, kemerosotan moral dan akhlak khususnya bagi generasi muda yang terus menerus terpapar oleh kepalsuan yang ditunjukkan oleh para elit politik, pejabat penguasa, penegak hukum, artis dan selebritis yang setiap hari bisa dilihat dari berbaga macam media.




2.2.BENTUK PENCEGAHAN KORUPSI DALAM PEMERINTAHAN DAERAH
 Bentuk pencegahan korupsi ada dua yaitu factor internal dan factor eksternal, Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/institusi/masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.[7] Dalam pemerintah daerah khususnya daerah Bali masih banyak terjadi kasus korupsi, berikut adalah barita-berita tentang kasus korupsi yang ada di Kabupaten Badung Bali:[8]
  1. Kejati Bali Bidik Dugaan Korupsi Proyek BBI Sangeh
Kasus dugaan korupsi pembangunan perbaikan kolam ikan, saluran dan tembok Balai Benih Ikan (BBI) di Desa Sangeh, Abiansemal, Badung milik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali. Kabarnya, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali di bawah kendali Kepala Kejati Bali, DJ Sianturi mulai membidik proyek mangkrak dengan nilai cukup tinggi ini. Bidikan Kejati Bali atas dugaan korupsi proyek BBI Sangeh ini menyusul dengan adanya dugaan nilai kerugian negara hingga mencapai miliaran rupiah. Menurut sumber tersebut, proyek yang sejak awal bersumber dari dana pusat yakni Anggran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) nilainya cukup fantastis, yakni Rp 1,8 miliar. Sayangnya, meski dalam anggaran tersebut terinci ada alokasi biaya untuk perencanaan dan pengawasan Rp 229.496.000, namun proyek juga tak kunjung kelar. Bahkan, akibat mandeg-nya proyek tersebut, terpaksa pemerintah kembali mengalokasikan kembali anggaran baru sebesar Rp 700 juta lagi untuk kelanjutan pembangunan proyek.

2.      Anggota DPRD Badung Nyoman Giri Prasta Diduga ‘Mark Up’ Pembelian Tanah

Anggota Komisi D DPRD Badung Nyoman Giri Prasta akan diperiksa Polda Bali, Jumat (5/2), atas dugaan “mark up” pengadaan tanah untuk lapangan di Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, yang merugikan negara sebesar Rp 1,06 miliar.

3.      Dugaan Korupsi Lurah Kerobokan

Satu per satu kasus korupsi disidangkan di PN Denpasar. Setelah menuntaskan kasus korupsi penggunaan dana BOS, Rabu (10/12) mendatang PN Denpasar akan menyidangkan kasus dugaan korupsi yang dilakukan Lurah Kerobokan Nyoman Sumardika. Sidang rencananya akan dipimpin Hakim Daniel Palittin, sementara jaksa penuntut diberikan kepercayaan pada I.A. Retnasari Kusumadewi. Tersangka Sumardika diduga telah melanggar pasal 2 jo pasal 18 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (dakwaan kesatu) atau pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat (1) KUHP (dakwaan kedua) atau pasal 12 huruf b jo pasal 18 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat (1) KUHP (dakwaan ketiga) atau untuk dakwaan keempat pasal 11 jo pasal 18 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999. Sumardika diduga melakukan korupsi setelah tidak memasukkan semua sumbangan dari pihak ketiga ke dalam buku administrasi keuangan desa.
Jadi, dari berita-berita tersebut diatas nampaknya kabupaten badung juga belum bisa terbebas dari kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabatnya. Setiap orang didaerah manapun sudah selayaknya untuk mempelajari dantentunya melaksanakan nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan serta juga harus melaksanakan factor eksternal prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/institusi/masyarakat. Sehingga dengan menerapkan hal ini pejabat-pejabat disetiap daerah dapat mencciptakan pemerintahan daerah yang bersih dari korupsi demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
2.3. PERAN MAHASISWA DALAM PENEGAKAN HUKUM KORUPSI DALAM PEMERINTAHAN DAERAH
Penulis selaku mahasiswa Undiknas tentunya sangat peduli dengan kejadian korupsi yang terjadi di Negara kita Indonesia, selain itu juga penulis tentunya juga sangat peduli tentang permasalahan korupsi yang ada di daerahnya yaitu daerah Kabupaten Badung. Maka dari itu penulis menuliskan rumusan masalah tentang peran mahasiswa  karena tujuan lain dari penulis juga merupakan memberikan informasi terhadap mahasiswa bagaimana harus bertindak untuk membersihkan pemerintahan dari korupsi. Berikut adalah beberapa peran mahasiswa yang harus dilaksanakan dan tentunya di laksanakan:
1. Di Lingkungan Keluarga
Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Kegiatan tersebut dapat berupa melakukan pengamatan terhadap perilaku keseharian anggota keluarga, misalnya:
    1. Apakah dalam mengendarai kendaraan bermotor bersama ayahnya atau anggota keluarga yang lain, peraturan lalin dipatuhi? Misalnya: tidak berbelok/berputar di tempat dimana ada tanda larangan berbelok/berputar, tidak menghentikan kendaraan melewati batas marka jalan tanda berhenti di saat lampu lalu lintas berwarna merah, tidak memarkir/menghentikan kendaraan di tempat dimana terdapat tanda dilarang parkir/berhenti, dsb.
    2. Apakah ketika berboncengan motor bersama kakaknya atau anggota keluarga lainnya, tidak menjalankan motornya di atas pedestrian dan mengambil hak pejalan kaki?Tidak mengendarai motor berlawanan arah? Tidak mengendarai motor melebihi kapasitas (misalnya satu motor berpenumpang 3 atau bahkan 4 orang).
    3.  Apakah penghasilan orang tua tidak berasal dari tindak korupsi? Apakah orang tua tidak menyalahgunakan fasilitas kantor yang menjadi haknya?
    4. Apakah ada diantara anggota keluarga yang menggunakan produk-produk bajakan (lagu, film, software, tas, sepatu, dsb.)
Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga ini adalah tingkat ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib yang berlaku. Substansi dari dilanggarnya aturan/tata tertib adalah dirugikannya orang lain karena haknya terampas. Terampasnya hak orang lain merupakan cikal bakal dari tindakan korupsi. Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa yang diawali dari lingkungan keluarga sangat sulit untuk dilakukan. Justru karena anggota keluarga adalah orang-orang terdekat, yang setiap saat bertemu dan berkumpul, maka pengamatan terhadap adanya perilaku korupsi yang dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias. Bagaimana mungkin seorang anak berani menegur ayahnya ketika sang ayah kerap kali melanggar peraturan lalu lintas? Apakah anak berani untuk bertanya tentang asal usul penghasilan orang tuanya? Apakah anak memiliki keberanian untuk menegur anggota keluarga yang lain karena menggunakan barang-barang bajakan? Nilai-nilai yang ditanamkan orang tua kepada anak-anaknya bermula dari lingkungan keluarga dan pada kenyataannya nilai-nilai tersebut akan terbawa selama hidupnya. Jadi, ketika seorang mahasiswa berhasil melewati masa yang sulit ini, maka dapat diharapkan ketika terjun ke masyarakat mahasiswa tersebut akan selamat melewati berbagai rintangan yang mengarah kepada tindak korupsi. Paling tidak, ada satu orang generasi muda yang tidak tergiur untuk melakukan tindak korupsi. Jika Pendidikan Anti Korupsi diikuti oleh banyak Perguruan Tinggi, maka akan diperoleh cukup banyak generasi muda yang dapat menjadi benteng anti korupsi di Indonesia.
2. Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti-korupsi di lingkungan kampus dapat dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas mahasiswa. Untuk konteks individu, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar dirinya sendiri tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks komunitas, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar rekan-rekannya sesama mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan di kampus tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi.
Agar seorang mahasiswa dapat berperan dengan baik dalam gerakan anti-korupsi maka pertama-pertama mahasiswa tersebut harus berperilaku anti-koruptif dan tidak korupsi dalam berbagai tingkatan. Dengan demikian mahasiswa tersebut harus mempunyai nilai-nilai anti-korupsi dan memahami korupsi dan prinsip-prinsip anti-korupsi. Kedua hal ini dapat diperoleh dari mengikuti kegiatan sosialisasi, kampanye, seminar dan kuliah pendidikan anti korupsi. Nilai-nilai dan pengetahuan yang diperoleh tersebut harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain seorang mahasiswa harus mampu mendemonstrasikan bahwa dirinya bersih dan jauh dari perbuatan korupsi.
Berbagai bentuk kegiatan dapat dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada komunitas mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan agar tumbuh budaya anti korupsi di mahasiswa. Kegiatan kampanye, sosialisasi, seminar,pelatihan, kaderisasi, dan lain-lain dapat dilakukan untuk menumbuhkan budaya anti korupsi. Kegiatan kampanye ujian bersih atau anti mencontek misalnya, dapat dilakukan untuk menumbuhkan antara lain nilai-nilai kerja keras, kejujuran, tanggung jawab, dan kemandirian. Kantin kejujuran adalah contoh lain yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab.
3. Di Masyarakat Sekitar
Hal yang sama dapat dilakukan oleh mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar, misalnya:
a.       Apakah kantor-kantor pemerintah menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakatnya dengan sewajarnya: pembuatan KTP, SIM, KK, laporan kehilangan, pelayanan pajak? Adakah biaya yang diperlukan untuk pembuatan surat-surat atau dokumen tersebut? Wajarkah jumlah biaya dan apakah jumlah biaya tersebut resmi diumumkan secara transparan sehingga masyarakat umum tahu?
b.      Apakah infrastruktur kota bagi pelayanan publik sudah memadai? Misalnya: kondisi jalan, penerangan terutama di waktu malam, ketersediaan fasilitas umum, rambu-rambu penyeberangan jalan, dsb.
c.       Apakah pelayanan publik untuk masyarakat miskin sudah memadai? Misalnya: pembagian kompor gas, Bantuan Langsung Tunai, dsb.
d.      Apakah akses publik kepada berbagai informasi mudah didapatkan?
4. Di Tingkat Lokal Dan Nasional
Dalam konteks nasional, keterlibatan seorang mahasiswa dalam gerakan anti korupsi bertujuan agar dapat mencegah terjadinya perilaku koruptif dan tindak korupsi yang masif dan sistematis di masyarakat. Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader) dalam gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional.
Berawal dari kegiatan-kegiatan yang terorganisir dari dalam kampus, mahasiswa dapat menyebarkan perilaku anti korupsi kepada masyarakat luas, dimulai dari masyarakat yang berada di sekitar kampus kemudian akan meluas ke lingkup yang lebih luas. Kegiatan-kegiatan anti korupsi yang dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan oleh mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi akan mampu membangunkan kesadaran masyarakat akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu negara.



















BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/institusi/masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Mahasiswa sudah selayaknya membantu Negara untuk memberantas korupsi karena sejatinya kita semua ingin Negara kita bersih dari koruptor, beberapa peran mahasiswa yang harus dilaksanakan dan tentunya di laksanakan di Lingkungan Keluarga, Lingkungan Kampus, Masyarakat SekitaTingkat Lokal Dan Nasional

3.2. SARAN
            Kita semua memiliki peran yang sangat penting untuk memberants korupsi. Janganlah sekali-sekali diantara kita menjadi seorang koruptor, mari kita bersama-sama memahami, mempelajari dan melaksanakan makna-makna, nilai-nilai dan prinsip-prinsip anti korupsi agar Negara kita menjadi lebih baik lagi. Mulai dari hal yang kecil yaitu dari diri kita sendiri.


DAFTAR PUTAKA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta:Kemendikbud
Mas Marwan. 2014. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bogor: Dhalia Indonesia
google.com/penelusurangambar/dampak-korupsi
Infokorupsi.com-indonesia-bali-kabupatenbadung
Data Susenas (survey social ekonomi nasional) Maret 2010-Maret 2011







[2] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta:Kemendikbud (hal36)
[3] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta:Kemendikbud (hal37)
[4] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta:Kemendikbud (hal72)
[5] Data Susenas (survey social ekonomi nasional) Maret 2010-Maret 2011
[6] Gambar diambil dari google penelusuran gambar “Dampak Korupsi”
[7] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta:Kemendikbud (hal90)
[8] Infokorupsi.com-indonesia-bali-kabupatenbadung 

Kamis, 12 Februari 2015

Contoh Surat Permohonan Peminjaman tempat dan alat

Oleh : I Nyoman Yoga Ariadnya 

No.                      : 03/Pan-Pel-BAKSOS FK HUKUM/V2014
Lamp.                  : -
Hal                      : Permohonan Peminjaman Ruangan dan Pengeras Suara

Kepada
Yth. Direktur Direktorat Sumberdaya Undiknas Denpasar
        c.q. Kabag Perlengkapan
            di –
                   Tempat

Dengan hormat,
              Sehubungan dengan diadakannya kegiatan Undiknas Lawyer Club (ULC) yang bertujuan untuk meningkatan dan menambah wawasan mahasiswa tentang masalah-masalah Nasional dan Regional dalam Fakultas Hukum Undiknas.
              Berkaitan dengan hal tersebut di atas untuk suksesnya kegiatan ini, maka kami mohon bantuan peminjaman ruangan dan pengeras suara :
1.      Ruang kelas (bisa menyesuaikan)
2.      Pengeras Suara (wireles dan mic)
Yang akan kami gunakan pada :
                 Hari/Tanggal                       : Jumat, 13 Februari 2015
                 Waktu                                 : 09.00-11.00 WITA
                 Tempat                   : Kampus Undiknas
                                                  Jl. Bedugul No. 39 Panjer – Denpasar
               Demikianlah kami sampaikan atas dukungan dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
PANITIA PELAKSANA
UNDIKNAS LAWYER CLUB 1
2015
Denpasar, 9 Februari  2015
         Ketua Panitia                                                                                   Sekertaris



      Carles Moow S.                                                                                  Radika Karina

Menyetujui,

 
 



                                          Ketua BEKMA Fakultas Hukum
‘                                                                


                                               I Nyoman Yoga Ariadnya

Mengetahui,
Direktur Direktorat Kemahasiswaan



                                                      I Wayan Sunia S.E.,M.M

Tembusan :
1.      Direktorat Kemahasiswaan sebagai laporan.
2.      Dekan Fakultas Hukum UNDIKNAS.
3.      Ketua Balma Fakultas Hukum UNDIKNAS.

4.      Arsip