Laman

Selasa, 07 Februari 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) MAHASISWA DI Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) MAHASISWA
UNDIKNAS DENPASAR
PERODE 6 JUNI 2016-22 JULI 2016

Oleh :
NAMA         : I NYOMAN YOGA ARIADNYA
NIM             : 3.13.1.1180



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
(UNDIKNAS) DENPASAR
2016



BAB I
GAMBARAN UMUM LOKASI PKL

1.1.         SEJARAH, TUGAS DAN FUNGSI KPAI
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan untuk memilih dan mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan per-undang-undangan tersebut
.
          Berdasarkan penjelasan pasal 75, ayat (1), (2), (3), dan (4) dari Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 5 (lima) orang anggota, dimana keanggotaan KPAI terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak. Adapun keanggotaan  KPAI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Periode I (pertama) KPAI dimulai pada tahun 2004-2007.
Dalam Pasal 74 UU Perlindungan Anak dirumuskan "Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen".
Selanjutnya dalam Pasal 76 UU Perlindungan Anak, dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi sebagai berikut :
a.     melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
b.     memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Berdasarkan pasal tersebut di atas, mandat KPAI adalah mengawal dan mengawasi pelaksanaan perlindungan anak yang dilakukan oleh para pemangku kewajiban perlindungan anak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20  yakni : “Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan Orangtua” di semua strata, baik pusat maupun daerah, dalam ranah domestik maupun publik, yang meliputi pemenuhan hak-hak dasar dan perlindungan khusus. KPAI bukan institusi teknis yang menyelenggarakan perlindungan anak.
KPAI memandang perlu dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) di tingkat provinsi dan kab/kota sebagai upaya untuk mengawal dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak di daerah. KPAID bukan merupakan perwakilan KPAI dalam arti hierarkis-struktural, melainkan lebih bersifat koordinatif, konsultatif dan fungsional. Keberadaan KPAID sejalan dengan era otonomi daerah dimana pembangunan perlindungan anak menjadi kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah.
          KPAI mengapresiasi daerah-daerah yang sudah memiliki Perda tentang Perlindungan Anak yang di dalamnya mengatur secara rinci bentuk-bentuk pelayanan perlindungan anak mulai dari pelayanan primer, sekunder hingga tersier, institusi-institusi penyelenggaranya, serta pengawas independen yang dilakukan KPAID.

1.2.         VISI MISI DAN STRATEGI  KPAI DALAM MEMINIMALISIR PERMASALAHAN ANAK INDONESIA
A.    Visi
Terwujudnya Indonesia Ramah Anak”

B.    Misi
1.     Meningkatkan komitmen penyelenggara negara dalam mewujudkan kebijakan perlindungan anak;
2.     Meningkatkan pemahaman, partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak;
3.     Mengoptimalkan kuantitas dan kualitas masukan dalam perumusan kebijakan terkait perlindungan anak;
4.     Mengoptimalkan layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak;
5.     Mewujudkan sistem data dan informasi perlindungan anak yang terintegrasi;
6.     Meningkatkan kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat;
7.     Membangun sistem pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
8.     Membangun kerjasama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak;
9.     Meningkatkan penguatan kelembagaan KPAI
10. Meningkatkan kuantitas dan kualitas kelembagaan pengawasan perlindungan anak di daerah.
11. Mengoptimalkan  laporan kepada Presiden terkait penyelenggaraan perlindungan anak.

C.    Tujuan         
          Tujuan strategis merupakan implementasi dari pernyataan visi dan misi yang akan dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, serta menjadi dasar penyusunan indikator. Rumusan tujuan strategis KPAI adalah sebagai berikut:

1.      Meningkatnya komitmen penyelenggara negara dalam mewujudkan kebijakan perlindungan anak;
2.      Meningkatnya pemahaman, partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak;
3.      Optimalnya kuantitas dan kualitas masukan dalam perumusan kebijakan terkait perlindungan anak;
4.      Optimalnya layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak;
5.      Terwujudnya sistem data dan informasi perlindungan anak yang terintegrasi;
6.      Meningkatnya kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat;
7.      Terbangunnya sistem pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
8.      Terbangunnya kerjasama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak;
9.      Meningkatnya penguatan kelembagaan KPAI
10.   Meningkatnya kuantitas dan kualitas kelembagaan pengawasan perlindungan anak di daerah.
11.   Optimalnya laporan kepada Presiden terkait penyelenggaraan perlindungan anak.
D.    Sasaran Strategis
1.     Sasaran  dari tujuan meningkatnya komitmen para penyelenggara dalam mewujudkan kebijakan perlindungan anak adalah:
a.     Terwujudnya pemahaman yang  komprehensif atas kebijakan perlindungan anak
b.     Terwujudnya kesadaran pentingnya perwujudan dan realisasi kebijakan yang berperspektif perlindungan anak di tingkat pusat dan daerah.
c.     Terwujudnya program perlindungan anak di tingkat pusat dan daerah
2.   Sasaran dari tujuan meningkatnya meningkatnya pemahaman, partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak adalah:
a.     Terwujudnya masyarakat yang paham tentang hak-hak anak
b.     Terwujudnya masyarakat yang sadar tentang hak-ha anak
c.     Terwujudnya peranserta masyarakat dalam kegiatan yang berperspektif perlindungan anak
3.  Sasaran dari tujuan optimalnya kuantitas dan kualitas masukan dalam perumusan kebijakan terkait perlindungan anak, adalah:
a.     Terwujudnya kebijakan terkait perlindungan anak yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak berdampak sistemik bagi efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak.
b.     Terwujudnya peningkatan kuantitas kebijakan terkait perlindungan anak.
4.     Sasaran dari tujuan optimalnya layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak, adalah:
a.     Terwujudnya sistem dan mekanisme mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak yang efektif  dan professional.
b.     Terwujudnya layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.
5.   Sasaran dari tujuan terwujudnya sistem data dan informasi perlindungan anak yang terintegrasi adalah:
a.     Terwujudnya data dan informasi perlindungan anak yang menjadi rujukan utama para pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak.
b.     Terwujudnya pemanfaatan data secara optimal untuk referensi, analisis dan rekomendasi yang komprehensif dalam mendukung kebijakan dan implementasi perlindungan anak.
6.     Sasaran dari tujuan meningkatnya kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat  adalah:
a.     Terwujudnya kapasitas layanan pengaduan masyarakat dengan meningkatkan sumber daya manusia, sarana dna prasarana serta sistem data layanan yang memadai
b.     Terwujudnya aksesibilitas layanan pengaduan masyarakat  yang mudah, cepat, akurat dan responsif terhadap pengaduan masyarakat
c.     Terwujudnya kualitas layanan pengaduan masyarakat yang profesional, ramah dan berpihak kepada kepentingan terbaik bagi anak.
7.   Sasaran dari tujuan terwujudnya mekanisme pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah:
a.     Terwujudnya  pola dan strategi pengawasan perlindungan anak yang efektif.
b.     Terwujudnya jejaring kelembagaan pengawasan perlindungan anak yang terintegrasi.
8.   Sasaran dari tujuan terbangunnya kerjasama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan adalah:
a.     Tersusunnya pola kemitraan perlindungan anak yang terkoordinasi dan terintegrasi.
b.     Terwujudnya kemitraan yang mampu melakukan tugas advokasi yang komprehensif terkait perlindungan anak.
9.     Sasaran dari tujuan meningkatnya penguatan kelembagaan KPAI adalah;
a.     Terwujudnya legal standing kelembagaan KPAI yang kuat sebagai payung hukum penguatan kelembagaan
b.     Terwujudnya KPAI sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan memadai dalam pelaksanaan tugas pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak.
c.     Terwujudnya peningkatan eselonisasi sekretariat KPAI dari eleson 2 (dua) menjadi eselon 1 (satu)/sekretariat jenderal.
10.   Sasaran dari meningkatnya kuantitas dan kualitas kelembagaan pengawasan perlindungan anak di daerah adalah;
a.     Terwujudnya kelembagaan pengawasan perlindungan anak di setiap kabupaten/kota yang memiliki legal standing yang kuat dan dukungan sumber daya yang memadai
b.     Terwujudnya kelembagaan pengawasan perlindungan anak di setiap daerah yang profesional, kredibel dan berintegritas.
11.   Sasaran dari tujuan optimalnya laporan kepada Presiden terkait penyelenggaraan perlindungan anak, adalah:  
a.     Terwujudnya pelaksanaan laporan pengawasan perlindungan anak kepada Presiden yang memiliki manfaat untuk peningkatan efektifitas pengawasan perlindungan anak.
b.     Terwujudnya analisis dan rekomendasi yang komprehensif dalam mendukung kebijakan dan implementasi perlindungan anak

E.    Indikator Kinerja Utama
1.     Meningkatnya jumlah produk hukum yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat dan daerah.
2.     Meningkatnya jumlah masukan dalam perumusan kebijakan yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat dan daerah.
3.     Meningkatnya jumlah MoU yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat dan daerah.
4.     Meningkatnya jumlah Renstra dan RPJM baik di pusat maupun di daerah yang berperspektif Perlindungan Anak.
5.     Meningkatnya jumlah program dan kegiatan yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat dan daerah.
6.     Meningkatnya jumlah alokasi anggaran yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat dan daerah.
7.     Meningkatnya jumlah warga masyarakat yang mendapat informasi tingkat dasar  (basic) tentang hak-hak anak
8.     Meningkatnya jumlah warga masyarakat yang mendapat informasi tingkat lanjut (advance) tentang hak-hak anak
9.     Meningkatnya jumlah warga masyarakat yang terlibat aktif dalam kegiatan yang berperspektif perlindungan anak
10. Meningkatnya jumlah mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak yang terselesaikan.
11. Meningkatnya jumlah lembaga pemerintah dan non-pemerintah  yang terintegrasi dalam sistem pengawasan perlindungan anak
12. Meningkatnya jumlah lembaga pengawasan perlindungan anak di daerah
13. Meningkatnya jumlah sumberdaya manusia yang kompeten menjadi pengawas perlindungan  anak
14. Meningkatnya jumlah laporan pengawasan perlindungan anak
15. Meningkatnya jumlah lembaga pemerintah dan non pemerintah yang memanfaatkan laporan pengawasan perlindungan anak
16. Meningkatnya jumlah individu yang memanfaatkan laporan pengawasan perlindungan anak
17. Meningkatnya jumlah warga masyarakat yang memanfaatkan layanan pengaduan masyarakat 
18. Tersusunnya sistem dan prosedur layanan  pengaduan masyarakat  yang  optimal.
19. Meningkatnya jumlah  sumberdaya manusia KPAI yang mengikuti pendidikan dan pelatihan
20. Tersusunnya sistem dan prosedur manajemen internal KPAI
21. Meningkatnya jumlah kelembagaan pengawasan penyelengaran perlindungan anak di daerah
22. Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana pengawasan dengan mengacu pada  standar  rasio pelayanan perlindungan anak yang memadai.
23. Tersusunnya pedoman pengawasan perlindungan anak
24. Terwujudnya sistem penghargaan bagi lembaga pemerintah, swasta, perorangan dalam penyelenggaran perlindungan anak.

NO
NAMA
JABATAN
KOMISIONER KPAI
1
DR. HM. Asrorun Niam Sholeh, MA
Ketua KPAI
2
Putu Elvina, S.Psi., MM
Wakil Ketua KPAI
3
Susanto, MA.
Wakil Ketua KPAI
4
Rita Pranawati, MA.
Sekretaris KPAI
5
DR. Budiharjo, BSc
Anggota / Komisioner
6
DR. Titik Haryati, M.Pd
Anggota / Komisioner
7
Dra. Hj. Maria Ulfah Anshor, M.Si
Anggota / Komisioner
8
Erlinda, M.Pd
Anggota / Komisioner
9
Maria Advianti, SP.
Anggota / Komisioner

TIM AHLI KPAI
1
Muhammad Joni, SH., MH.
Tim Ahli Bidang Hukum
2
Muhammad Fadhillah, MEI
Tim Ahli Bidang Media
3
Dr. Nurhidaya, M.Psi
Tim Ahli Bidang Psikologis

NO
NAMA
JABATAN
SEKRETARIAT KPAI
1
Retno Adji Prasetiaju, SH
Kepala Sekretariat KPAI
2
Sri Warginingsih, S.Sos
Kepala Bagian Umum
3
Kemis Hariwanto, SE
Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan
4
Khodiri, S.Sos., M.Ap
Kepala Bagian Data dan Pelaporan
5
Dra. Rolasni
Kepala Sub Bagian Data dan Informasi
6
Awalia Abdan, S.Kom
Kepala Sub Bagian Pelaporan dan Evaluasi Kerjasama
7
Purwadi
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
8
Achmadi, S.Sos
Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Program
9
Fernasali, SE
Kepala Sub Bagian Keuangan
10
Vista Pratiwi, S.Kom
Kepala Sub Bagian Informasi dan Pelayanan Publik
11
Sadiyo
Pengelola Kearsipan
12
Rahmat
Pengelola Pustakawan

STAF ADMINISTRASI / SEKRETARIAT
1
Sander Diki Zulkarnaen, M.Psi
Analis Data dan Informasi & Kesekretariatan
2
Davit Setyawan, SE
Analis Pelaporan & Kesekretariatan
3
Hery Kurnihanto, S.Sos
Analis Program dan Perencanaan & Kesekretariatan
4
Heri Purwanto, Amd.
Verifikator Keuangan & Kesekretariatan
5
Maliki Abdurachman, Amd.
Pengelola SAK & Kesekretariatan
6
Lida Ikhlas Pranoto, Amd.
Pengelola Informasi dan Dokumentasi & Front Desk Pengaduan
7
Puji Rahayu, S.Sos
Analis Manajemen Kepegawaian & Arsiparis
8
Indah Mulyani, S.Sos
Analis Manajemen Kepegawaian & Kehumasan

STAF PENDUKUNG / ASISTENSI KPAI
1
Analis Pengaduan Masyarakat
Bidang Pengaduan

Waspada, M.M
Tim Pengaduan KPAI

Agnes P. Tampubolon, SH
Tim Pengaduan KPAI

Silvianty Nilamsari, S.ST
Tim Pengaduan KPAI

Helwina Handayani, S.Sos
Tim Pengaduan KPAI

Gilang Yudhi Pratama, S. Tr. Sos
Tim Pengaduan KPAI

Rifky Himawan, SH
Tim Pengaduan KPAI

Debby Shilvia, SH
Tim Pengaduan KPAI (Front Office)
2
Analis Pelayanan Publik

Robert B. Triyana, S.Sos
Analis Bidang Trafficking dan Eksploitasi

Fajar Putra Wahyudi, SE
Analis Bidang Anak Berhadapan Hukum (ABH)
3
Analis Masalah Sosial

Khoirul Anas, S.Sos.I
Analis Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak

Lutfi Humaidi, M.Sc
Analis Bidang Pendidikan

Zahrotul Amalia, SP
Analis Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat

Dedi Hendrian, S.Kom
Analis Bidang Pelayanan Informasi Publik
4
Analis Hubungan Kelembagaan

Muhammad Ridwan Taiyeb, S.Pd
Analis Bidang Agama dan Budaya

Naswardi, ME., MM.
Analis Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif

Ilham Fahma Setiawan, SH
Analis Bidang Pornografi dan Cyber Crime
5
Analis Data Bidang Evaluasi dan Kerjasama Penelitian

Dyah Ambarwati, S.Pd
Analis Bidang Kesehatan dan NAPZA

Ratih Tahira Swandari, S.Kesos
Analis Bidang Data









1.4.         DATA KASUS PERMASALAHAN ANAK DI INDONESIA
NO
KASUS PERLINDUNGAN ANAK
TAHUN
JUMLAH
2011
2012
2013
2014
2015
2016
1
Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat
92
79
246
191
174
97
879
101
Anak Terlantar (Anak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial)
54
39
69
84
74
42

102
Anak Dalam Keadaan Darurat (Korban Konflik Sosial / Peperangan)
17
22
44
19
14
7
103
Anak Korban Bencana (Darat, Laut, Udara)
21
18
133
88
86
48
2
Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
416
633
931
921
822
403
4126
201
Anak Korban Perebutan Hak Kuasa Asuh
149
247
322
347
251
124

202
Anak Korban Pelarangan Akses Bertemu Orangtua
112
141
224
238
255
136
203
Anak Korban Penelantaran Ekonomi (Hak Nafkah)
94
154
237
223
182
92
204
Anak Hilang
24
35
70
42
41
15
205
Anak Korban Penculikan Keluarga (Child Abduction)
37
56
78
71
93
36

3
Agama dan Budaya
83
204
214
106
180
119
906
301
Anak Korban Konflik Agama dan Budaya
24
61
58
18
14
7

302
Anak Korban Tayangan dan Pergaulan Seks Bebas
39
113
120
64
113
86
303
Anak Korban Pernikahan Di Bawah Umur
14
8
20
4
7
5
304
Anak Korban Kecelakaan Rekreasi dan Permainan Berbahaya
6
22
16
20
46
21
4
Hak Sipil dan Partisipasi
37
42
79
76
110
35
379
401
Anak Tanpa Kepemilikan Akta Kelahiran
26
28
46
50
74
22

402
Anak Korban Denda Pembuatan Akta Kelahiran
5
6
20
17
19
7

403
Anak Korban Perkawinan Campuran dan Kewarganegaraan
6
8
13
9
17
6

5
Kesehatan dan Napza
221
261
438
360
374
148
1802
501
Anak Korban Mal Praktek
22
22
52
28
48
17

502
Anak Korban Keracunan dan Penyakit Menular
108
131
173
148
103
41
503
Anak Korban Akses Pelayanan Kesehatan
45
63
151
73
118
33
504
Anak Pengguna Napza (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb)
34
28
41
63
74
47
505
Anak Pengedar Napza (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb)
12
17
21
48
31
10
6
Pendidikan
276
522
371
461
538
197
2365
601
Anak Korban Tawuran Pelajar
20
49
52
113
96
15

602
Anak Pelaku Tawuran Pelajar
64
82
71
46
126
25
603
Anak Korban Kekerasan di Sekolah (Bulliying)
56
130
96
159
154
67
604
Anak Pelaku Kekerasan di Sekolah (Bulliying)
48
66
63
67
93
74
605
Anak Korban Kebijakan (Pungli di Sekolah, Penyegelan Sekolah, Tidak Boleh Ikut Ujian, Anak Putus Sekolah, dsb)
88
195
89
76
69
16
7
Pornografi dan Cyber Crime
188
175
247
322
463
198
1593
701
Anak Korban Kejahatan Seksual Online
17
11
23
53
133
44

702
Anak Pelaku Kejahatan Seksual Online
8
7
16
42
52
26
703
Anak Korban Pornografi dari Media Sosial
107
110
147
163
174
89
704
Anak Pelaku Kepemilikan Media Pornografi (HP/Video, dsb)
56
47
61
64
104
39
8
Anak Berhadapan Hukum (ABH)
695
1413
1428
2208
1221
515
7480

ABH Sebagai Pelaku


801
Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb)
46
53
76
105
81
38
802
Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
15
11
21
27
22
18
803
Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia, dsb)
123
324
247
561
157
59
804
Anak Sebagai Pelaku Pembunuhan
32
46
53
66
36
23
805
Anak Sebagai Pelaku Pencurian
14
92
51
47
81
17
806
Anak Sebagai Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas
9
86
48
58
52
28
807
Anak Sebagai Pelaku Kepemilikan Senjata Tajam
21
18
28
46
48
11
808
Anak Sebagai Pelaku Penculikan
6
27
21
17
6
3
809
Anak Sebagai Pelaku Aborsi
6
5
14
21
19
16

ABH Sebagai Korban

810
Anak Sebagai Korban Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb)
94
57
215
273
197
62
811
Anak Sebagai Korban Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
35
16
74
41
58
29
812
Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia, dsb)
216
412
343
656
218
83
813
Anak Sebagai Korban Pembunuhan
18
86
62
94
59
25
814
Anak Sebagai Korban Pencurian
5
26
36
43
34
24
815
Anak Sebagai Korban Kecelakaan Lalu Lintas
7
58
49
51
74
30
816
Anak Sebagai Korban Kepemilikan Senjata Tajam
5
7
13
28
23
8
817
Anak Sebagai Korban Penculikan
26
45
47
34
16
12
818
Anak Sebagai Korban Aborsi
2
4
5
11
16
19
819
Anak Sebagai Korban Bunuh Diri
12
35
17
19
15
4

Anak Sebagai Saksi

820
Perlindungan Saksi oleh LPSK
1
1
3
4
2
2
821
Perlindungan Saksi oleh Kepolisian
2
4
5
6
7
4

9
Trafficking dan Eksploitasi
160
173
184
263
345
129
1254
901
Anak Sebagai Korban Perdagangan (Trafficking)
27
52
43
75
55
21

902
Anak Sebagai Korban Prostitusi Online
16
27
60
83
117
49
903
Anak Sebagai Korban Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA)
59
37
51
46
72
26
904
Anak Sebagai Korban Eksploitasi Pekerja Anak
58
57
30
59
101
33
10
Lain-Lain
10
10
173
158
82
27
460
**
Perlindungan Lainnya,… (Anak Sebagai Korban Kelalaian Orangtua/Lingkungan)
10
10
173
158
82
27


TOTAL
2178
3512
4311
5066
4309
1868
21244

Update Data :  01 Januari 2011 - 06 Juni  2016
Text Box: Sumber Data :
1. Pengaduan Langsung KPAI
2. Pemantauan Media Cetak dan Online
3. Pengaduan Bank Data Perlindungan Anak
4. Data Lembaga Mitra KPAI (KPAD, P2TP2A,  KEPOLISIAN)






BAB II
IDENTIFIKASI PEKERJAAN

          Dalam KPAI terdapat beberapa bidang pekerjaan, salah satunya adalah bidang pengaduan. Bidang pengaduan KPAI adalah bidang yang langsung mempertemukan masayarakat dengan KPAI terkait dengan kasus terhadap anak yang dialami oleh orangtua, keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang melihat kasus terkait dengan anak dapat langsung mengadukan ke bagian pengaduan KPAI. Dalam bidang ini terdapat beberapa jenis kasus yang dapat ditangani di KPAI terkait dengan hak-hak anak yang tidak terpenuhi, dengan rincian sebagai berikut :
1.     Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat
a.     Anak Terlantar (Anak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial)
b.     Anak Dalam Keadaan Darurat (Korban Konflik Sosial / Peperangan)
c.     Anak Korban Bencana (Darat, Laut, Udara)
2.     Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
a.     Anak Korban Perebutan Hak Kuasa Asuh
b.     Anak Korban Pelarangan Akses Bertemu Orangtua
c.     Anak Korban Penelantaran Ekonomi (Hak Nafkah)
d.     Anak Hilang
e.     Anak Korban Penculikan Keluarga (Child Abduction)
3.     Agama dan Budaya
a.     Anak Korban Konflik Agama dan Budaya
b.     Anak Korban Tayangan dan Pergaulan Seks Bebas
c.     Anak Korban Pernikahan Di Bawah Umur
d.     Anak Korban Kecelakaan Rekreasi dan Permainan Berbahaya
4.     Hak Sipil dan Partisipasi
a.     Anak Tanpa Kepemilikan Akta Kelahiran
b.     Anak Korban Denda Pembuatan Akta Kelahiran
c.     Anak Korban Perkawinan Campuran dan Kewarganegaraan
5.     Kesehatan dan Napza
a.     Anak Korban Mal Praktek
b.     Anak Korban Keracunan dan Penyakit Menular
c.     Anak Korban Akses Pelayanan Kesehatan
d.     Anak Pengguna Napza (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb)
e.     Anak Pengedar Napza (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb)
6.     Pendidikan
a.     Anak Korban Tawuran Pelajar
b.     Anak Pelaku Tawuran Pelajar
c.     Anak Korban Kekerasan di Sekolah (Bulliying)
d.     Anak Pelaku Kekerasan di Sekolah (Bulliying)
e.     Anak Korban Kebijakan (Pungli di Sekolah, Penyegelan Sekolah, Tidak Boleh Ikut Ujian, Anak Putus Sekolah, dsb)
7.     Pornografi dan Cyber Crime
a.     Anak Korban Kejahatan Seksual Online
b.     Anak Pelaku Kejahatan Seksual Online
c.     Anak Korban Pornografi dari Media Sosial
d.     Anak Pelaku Kepemilikan Media Pornografi (HP/Video, dsb)
8.     Anak Berhadapan Hukum (ABH)
a.     ABH Sebagai Pelaku
1.       Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb)
2.       Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
3.       Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia, dsb)
4.       Anak Sebagai Pelaku Pembunuhan
5.       Anak Sebagai Pelaku Pencurian
6.       Anak Sebagai Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas
7.       Anak Sebagai Pelaku Kepemilikan Senjata Tajam
8.       Anak Sebagai Pelaku Penculikan
9.       Anak Sebagai Pelaku Aborsi
b.     ABH Sebagai Korban
1.       Anak Sebagai Korban Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb)
2.       Anak Sebagai Korban Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
3.       Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia, dsb)
4.       Anak Sebagai Korban Pembunuhan
5.       Anak Sebagai Korban Pencurian
6.       Anak Sebagai Korban Kecelakaan Lalu Lintas
7.       Anak Sebagai Korban Kepemilikan Senjata Tajam
8.       Anak Sebagai Korban Penculikan
9.       Anak Sebagai Korban Aborsi
10.    Anak Sebagai Korban Bunuh Diri
c.     Anak Sebagai Saksi
1.       Perlindungan Saksi oleh LPSK
2.       Perlindungan Saksi oleh Kepolisian
9.     Trafficking dan Eksploitasi
a.     Anak Sebagai Korban Perdagangan (Trafficking)
b.     Anak Sebagai Korban Prostitusi Online
c.     Anak Sebagai Korban Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA)
d.     Anak Sebagai Korban Eksploitasi Pekerja Anak
Hal diatas merupakan jenis dari kasus yang dapat ditangani di KPAI, di pengaduan KPAI terdapat suatu Standard Operating Procedures (SOP) yang dijalankan di pengaduan KPAI terhadap pelapor yang melaporkan kasus terkait dengan permasalahan anak. Standard Operating Procedures (SOP) ini terdapat beberapa tahan dalam penanganan suatu kasus yaitu sebagai berikut :
1.     Verifikasi Terhadap Pelapor, Terlapor, Anak, dan Kuasa Hukum diamana dalam tahap ini pelapor yang melaporkan kasusnya membawa berkas-berkas terkait seperti KTP, KK, Akte Kelahiran, dan data lainnya yang terkait. Dalam tahap ini ketika pelapor telah melaporkan kasusnya ke pengaduan KPAI, pengaduan KPAI akan memanggi terlapor untuk mendapatkan informasi ataupun klarifikasi terkait dengan laporan yang didapat di pengaduan karena KPAI merupakan lembaga yang independen tidak memihak siapapun maka dari itu penggalian informasi dan klarifikasi terhadap terlapor sangant penting, namun dalam hal ini KPAI tidak memiliki wewenang untuk memaksa karena KPAI bertujuan menyelesaikan masalah secara kekeluargaan sehingga pemanggilan terhadap terlapor hanya bisa dilakukan sebanyak tiga kali serta dalam tahap ini pengaduan KPAI akan memberikan surat penyataan kesediaan apakah para pihak sepakat untuk bermediasi.
2.     Asesmen Pihak Lain (Psikolog), dalam tahap ini setelah selesainya penggalian informasi dan klarifikasi teradu, pengaduan KPAI akan mengasessmen pihak terkait (anak), hal ini berguna untuk mengetahui bagaimana kondisi psikis dan dapat dijadikan dasar ketika para pihak bermediasi.
3.     Rapat Analisis Kasus (mencakup laporan tim pengaduan, asistensi dan komisioner), pada tahap ini berkas dan kelengkapan harus dipastikan lengkap untuk tindak lanjut kasus oleh pengaduan ataupun komisioner bidang terkait.
4.     Pelimpahan Berkas ke Asistensi Bidang dan dilanjutkan kepada Komisioner, tahap ini dijalankan oleh komisioner terkait dengan kasus tersebut.
5.     Penyiapan Proses Mediasi Kasus, dalam tahap ini ketika para pihak sepakat untuk bermidiasi maka selanjutnya akan disusun jadwal dan tim mediasi kasus.
6.     Pelimpahan Berkas, pada tahap ini berkas-berkas terkait diberikan kepada mediator untuk ditelaah terlebih dahulu.
7.     Membuat Surat Pemanggilan Mediasi, surat pemanggilan ini diberikan kepada pihak pelapor dan terlapor yang kemudian akan dipertemukan dalam senuah ruangan dengan didampingi oleh Mediator yang telah tersertifikasi sebagai penengah kedua belah pihak. Dalam tahap ini jika terlapor tidak hadir pada panggilan pertama akan dibuatkan surat pemanggilan lagi sebanyak maksimal 3 kali pemanggilan.

8.     Klien memutuskan jika :
a.     Lanjut Ke Komisioner Bidang / Kedua Klien Hadir Untuk Mediasi, mediasi akan dilaksanakan jika kedua belah pihak sepakat untuk mediasi di KPAI.
b.     Terminasi / Klien Tidak Hadir Untuk Mediasi kasus tersebut akan ditutup melalui surat terminasi kasus.
9.     Menentukan Tim  Mediator yang terdiri dari tiga orang komisioner, dalam satu tim mediator terdiri dari tiga orang komisioner (ketua, sekretaris, anggota) dan didampingi dua asistensi
10. Proses Mediasi
a.     Berhasil, maka akan langsung dibuatkan isi dari kesepakatan yang tentunya disetujui oleh kedua belah pihak oleh mediator.
b.     Gagal, maka kasus akan di tutup melalui surat terminasi kasus.
11. Pembuatan Akte Perjanjian Kesepakatan Mediasi
a.     Surat Penutupan Kasus (Mediasi gagal).
b.     Klausul Kesepakatan Mediasi, jika mediasi berhasil dana akan dibuatkan akta perjanjian kesepakatan mediasi.
12. Pengembalian Berkas dan Penyerahan Berkas Kasus adalah tahap akhir dalam proses di KPAI.



BAB III
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DAN SOLUSI

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang  Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang dimaksud Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari, perlindungan terhadap anak mutlak diperlukan di dalam suatu Negara. Bahkan Prinsip perlindungan anak menurut UU No.23/2002 tercantum dalam pasal 2 UU No. 23/2002 yang berbunyi: Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: a. nondiskriminasi; b. kepentingan yang terbaik bagi anak; c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d. penghargaan terhadap pendapat anak. Dengan dibarengi dengan pengaturan tentang anak di konstitusi sampai dengan peraturan-perturan yang ada dibawahnya tentunya Negara menginginkan perlindungan terhadap anak bangsa semakin baik. Namun jika melhat dari data secara global yang bersumber dari Pengaduan Langsung KPAI, Pemantauan Media Cetak dan Online, Pengaduan Bank Data Perlindungan Anak, Data Lembaga Mitra KPAI (KPAD, P2TP2A,  KEPOLISIAN) terdapat 2178 kasus pada tahun 2011, 3512 kasus pada tahun 2012, 4311 kasus pada tahun 2013, 5066 kasus pada tahun 2014, 4309 kasus pada tahun 2015 dan 1868 kasus sampai pertengahan tahun 2016. Jika melihat dari data tersebut terlihat dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 kasus anak meningkat setiap tahunnya. Dalam  hal ini yang yang menyebabkan maraknya kasus terhadap anak tersebut sangat beragam seperti  pengasuhan orangtua yang salah, sesuai dengan penelitian yang KPAI buat bahwa sebanyak 70 % orangtua tidak mampu mengasuh anaknya dengan baik, karena kebanyakan orangtua hanya menggunakan metode pengasuhan sesuai dengan apa cara pengasuhan yang orangtua dapatkan dari ayah dan ibunya saat kecil tanpa memperhatikan perkembangan zaman yang begitu pesat. Hal ini merupakan salah satu dari sekian penyebab maraknya kasus terhadap anak yang terjadi di Indonesia.
          Maraknya kasus terhadap anak tidak dapat dibiarkan begitu saja, banyak solusi yang dapat dilakukan untuk menekan angka kasus terhadap anak ini. Dari data yang dijelaskan diatas kita dapat melihat dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016 kasus tentang anak mulai berkurang. Ini menunjukan bahwa solusi-solusi yang diterapkan mulai berjalan efektif. Solusi yang dapat dilihat adalah dari segi peraturan, kita tahu bahwa beberapa waktu lalu Presiden mengesahkan Perppu No. 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dalam Perpu ini terdapat hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Hal ini merupakan cara untuk mengurangi kasus terhadap anak khusunya kasus seksual terhadap anak, walaupun kebijakan ini menjadi pro kontra ditengah masyarakat namun dengan mempertegas peraturan dapat benar-benar membuat pelakunya jera sehingga permasalahan anak dapat ditekan hal ini tentunya tidak terlepas dari peran KPAI sebagau pemberi masukan terhadap kebijakan yang akan dibuat mengenai anak. Selain itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga semakin gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat, hal ini didasari dari ketidaktahuan masyarakat terhadap perlindungan anak. Maka sangat perlu istitusi yang bergerak dibidang anak untuk terus mensosialisasikan perlindungan anak dan menyadarkan masyarakat bahwa perlindungan anak tidak hanya pemerintah saja melainkan juga keluarga, kerabat, masyarakat, lembaga atau organisasi kemasyarakatan dan negara memiliki tanggungjawab yang sama terkait dengan perlidungan anak. Tidak hanya itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga melakukan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), penurunan karakter anak Indonesia menjadi hal yang sangat perlu segera di perbaiki, kedua lembaga ini memiliki tugas yang sama yaitu untuk membangun karakter bangsa yang kuat, memiliki moralitas dan nilai yang positif sehingga hal inilah yang melatarbelakangi adanya kerjasama antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga berkerjasama dengan Menteri Agama, hal ini didasari dari maraknya fenomena kekerasan terhadap anak di lembaga agama dan permasalahan pengasuhan terhadap anak. Selain dengan Menteri Agama dan Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga beberapa waktu lalu menggalakan mudik ramah anak dimana Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menghimbau kepada seluruh golongan masyarakat yang menjalankan mudik untuk menjadikan keselamatan dan kesehatan anak menjadi prioritas dalam mudik tahun ini.



BAB IV
PENUTUP
4.1.         KESIMPULAN
Perlindungan anak menjadi tanggungjawab setiap golongan di maryarakat dari pemerintah, lembaga atau organisasi kemayarakatan, masyarakat, kerabat dan dari yang terdekat adalah keluarga. Tidak bisa dipungkiri di Indonesia permasalahan terhadap anak memang sangat banyak namun dengan usaha semua golongan di masyarakat tersebut bukan tidak mungkin permasalahan anak akan pelan-pelan berkurang. Banyak solusi yang sudah dijalankan oleh pemerintah termasuk mempertegas hukuman bagi pelaku kejahatan terhadap anak seperti hukuman kebiri namun perlu kita ketahui bahwa setiap peraturan yang dibuat tidak pernah ada satupun diantara peraturan tersebut yang langsung dapat menghilangkan suatu tindakan kejahatan. Kita perlu menyadari hal tersebut dan sebagai masyarakat kita juga memiliki tanggungjawab penuh terhadap perlindungan anak. Anak merupakan masa depan bangsa, maka dari itu perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas di Indonesia untuk menyelamatkan masa depan bangsa




Tidak ada komentar:

Posting Komentar