LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) MAHASISWA
UNDIKNAS DENPASAR
PERODE 6 JUNI 2016-22 JULI 2016
Oleh :
NAMA
: I NYOMAN YOGA ARIADNYA
NIM : 3.13.1.1180
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN NASIONAL
(UNDIKNAS)
DENPASAR
2016
BAB I
GAMBARAN UMUM LOKASI PKL
1.1.
SEJARAH,
TUGAS DAN FUNGSI KPAI
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk
berdasarkan amanat UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22
September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal
20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari undang-undang
tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi
Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan untuk memilih dan
mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan per-undang-undangan
tersebut
.
.
Berdasarkan penjelasan pasal 75, ayat (1), (2), (3), dan (4) dari
Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa Keanggotaan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang
wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 5 (lima) orang anggota, dimana
keanggotaan KPAI terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat,
organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga
swadaya masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap
perlindungan anak. Adapun keanggotaan
KPAI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk masa jabatan 3
(tiga) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Periode I (pertama) KPAI dimulai pada tahun 2004-2007.
Dalam Pasal 74 UU Perlindungan Anak dirumuskan "Dalam rangka meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia yang bersifat independen".
Selanjutnya dalam Pasal 76 UU Perlindungan Anak,
dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi sebagai berikut :
a. melakukan
sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan
masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.
b. memberikan
laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka
perlindungan anak.
Berdasarkan pasal tersebut di atas, mandat KPAI adalah
mengawal dan mengawasi pelaksanaan perlindungan anak yang dilakukan oleh para
pemangku kewajiban perlindungan anak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 yakni : “Negara, Pemerintah, Masyarakat,
Keluarga, dan Orangtua” di semua strata, baik pusat maupun daerah, dalam ranah
domestik maupun publik, yang meliputi pemenuhan hak-hak dasar dan perlindungan
khusus. KPAI bukan institusi teknis yang menyelenggarakan perlindungan anak.
KPAI memandang perlu dibentuknya Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Daerah (KPAID) di tingkat provinsi dan kab/kota sebagai upaya untuk
mengawal dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak di daerah. KPAID bukan
merupakan perwakilan KPAI dalam arti hierarkis-struktural, melainkan lebih
bersifat koordinatif, konsultatif dan fungsional. Keberadaan KPAID sejalan
dengan era otonomi daerah dimana pembangunan perlindungan anak menjadi
kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah.
KPAI mengapresiasi daerah-daerah yang sudah memiliki Perda tentang
Perlindungan Anak yang di
dalamnya mengatur secara rinci bentuk-bentuk pelayanan perlindungan anak mulai
dari pelayanan primer, sekunder hingga tersier, institusi-institusi
penyelenggaranya, serta pengawas independen yang dilakukan KPAID.
1.2.
VISI
MISI DAN STRATEGI KPAI DALAM
MEMINIMALISIR PERMASALAHAN ANAK INDONESIA
A. Visi
“Terwujudnya Indonesia Ramah Anak”
B. Misi
1.
Meningkatkan komitmen penyelenggara negara dalam mewujudkan kebijakan perlindungan anak;
2. Meningkatkan pemahaman, partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak;
3.
Mengoptimalkan
kuantitas dan kualitas masukan dalam perumusan kebijakan terkait perlindungan
anak;
4.
Mengoptimalkan
layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak;
5.
Mewujudkan
sistem data dan informasi perlindungan anak yang terintegrasi;
6.
Meningkatkan kapasitas,
aksesibilitas, dan
kualitas layanan pengaduan
masyarakat;
7.
Membangun sistem pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
8.
Membangun kerjasama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan
penyelenggaraan perlindungan anak;
9.
Meningkatkan penguatan
kelembagaan KPAI
10.
Meningkatkan kuantitas dan kualitas kelembagaan pengawasan perlindungan
anak di daerah.
11.
Mengoptimalkan laporan kepada
Presiden terkait penyelenggaraan perlindungan anak.
C.
Tujuan
Tujuan strategis merupakan implementasi dari pernyataan visi dan misi
yang akan dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, serta menjadi dasar
penyusunan indikator. Rumusan tujuan strategis KPAI adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatnya komitmen penyelenggara negara dalam mewujudkan kebijakan perlindungan anak;
2.
Meningkatnya pemahaman, partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak;
3. Optimalnya kuantitas dan kualitas masukan dalam perumusan
kebijakan terkait perlindungan anak;
4. Optimalnya layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak
anak;
5. Terwujudnya sistem data dan informasi perlindungan
anak yang terintegrasi;
6. Meningkatnya kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan
masyarakat;
7. Terbangunnya
sistem pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
8. Terbangunnya
kerjasama dan kemitraan
dengan pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak;
9. Meningkatnya penguatan kelembagaan KPAI
10. Meningkatnya kuantitas dan kualitas kelembagaan pengawasan perlindungan
anak di daerah.
11. Optimalnya laporan kepada Presiden terkait
penyelenggaraan perlindungan anak.
D. Sasaran Strategis
1. Sasaran dari tujuan meningkatnya komitmen para penyelenggara dalam mewujudkan
kebijakan perlindungan anak adalah:
a.
Terwujudnya pemahaman yang komprehensif atas kebijakan perlindungan anak
b. Terwujudnya
kesadaran pentingnya perwujudan dan realisasi kebijakan yang berperspektif
perlindungan anak di tingkat pusat dan daerah.
c. Terwujudnya
program perlindungan anak di tingkat pusat dan daerah
2. Sasaran
dari tujuan meningkatnya meningkatnya pemahaman, partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak
adalah:
a. Terwujudnya
masyarakat yang paham tentang hak-hak anak
b. Terwujudnya
masyarakat yang sadar tentang hak-ha anak
c. Terwujudnya
peranserta masyarakat dalam kegiatan yang berperspektif perlindungan anak
3.
Sasaran dari tujuan optimalnya kuantitas dan kualitas masukan dalam perumusan
kebijakan terkait perlindungan anak, adalah:
a. Terwujudnya kebijakan terkait perlindungan anak yang
mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak berdampak sistemik bagi efektifitas
penyelenggaraan perlindungan anak.
b. Terwujudnya
peningkatan kuantitas kebijakan terkait perlindungan anak.
4. Sasaran
dari tujuan optimalnya layanan
mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak, adalah:
a. Terwujudnya
sistem dan mekanisme mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak yang
efektif dan professional.
b. Terwujudnya
layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak yang mengedepankan
kepentingan terbaik bagi anak.
5. Sasaran
dari tujuan terwujudnya sistem data
dan informasi perlindungan anak yang terintegrasi adalah:
a. Terwujudnya
data dan informasi perlindungan anak yang menjadi rujukan utama para pemangku kepentingan penyelenggaraan
perlindungan anak.
b. Terwujudnya
pemanfaatan data secara optimal untuk referensi, analisis dan rekomendasi yang
komprehensif dalam mendukung kebijakan dan implementasi perlindungan anak.
6. Sasaran
dari tujuan meningkatnya kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan
pengaduan masyarakat adalah:
a. Terwujudnya
kapasitas layanan pengaduan masyarakat dengan meningkatkan sumber daya manusia,
sarana dna prasarana serta sistem data layanan yang memadai
b. Terwujudnya
aksesibilitas layanan pengaduan masyarakat
yang mudah, cepat, akurat dan responsif terhadap pengaduan masyarakat
c. Terwujudnya
kualitas layanan pengaduan masyarakat yang profesional, ramah dan berpihak
kepada kepentingan terbaik bagi anak.
7. Sasaran
dari tujuan terwujudnya mekanisme
pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan
anak adalah:
a. Terwujudnya pola dan strategi pengawasan perlindungan
anak yang efektif.
b. Terwujudnya
jejaring kelembagaan pengawasan perlindungan anak yang terintegrasi.
8. Sasaran
dari tujuan terbangunnya
kerjasama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan
penyelenggaraan perlindungan adalah:
a. Tersusunnya
pola kemitraan perlindungan anak yang
terkoordinasi dan terintegrasi.
b. Terwujudnya
kemitraan yang mampu melakukan tugas advokasi
yang komprehensif terkait
perlindungan anak.
9.
Sasaran dari tujuan meningkatnya penguatan kelembagaan KPAI adalah;
a.
Terwujudnya legal standing kelembagaan KPAI yang kuat sebagai payung hukum
penguatan kelembagaan
b.
Terwujudnya KPAI sebagai lembaga negara yang
memiliki kewenangan memadai dalam pelaksanaan tugas pengawasan penyelenggaraan
perlindungan anak.
c.
Terwujudnya peningkatan eselonisasi sekretariat
KPAI dari eleson 2 (dua)
menjadi eselon 1 (satu)/sekretariat jenderal.
10.
Sasaran
dari meningkatnya kuantitas dan kualitas kelembagaan pengawasan perlindungan
anak di daerah adalah;
a.
Terwujudnya kelembagaan pengawasan
perlindungan anak di setiap kabupaten/kota yang memiliki legal
standing yang kuat dan dukungan
sumber daya yang memadai
b.
Terwujudnya kelembagaan pengawasan perlindungan
anak di setiap daerah yang profesional, kredibel dan berintegritas.
11.
Sasaran dari tujuan optimalnya laporan kepada Presiden terkait
penyelenggaraan perlindungan anak, adalah:
a.
Terwujudnya pelaksanaan laporan pengawasan
perlindungan anak kepada Presiden yang memiliki manfaat untuk peningkatan
efektifitas pengawasan perlindungan
anak.
b.
Terwujudnya analisis dan rekomendasi yang
komprehensif dalam mendukung kebijakan dan implementasi perlindungan anak
E. Indikator Kinerja Utama
1. Meningkatnya
jumlah produk hukum yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat dan
daerah.
2. Meningkatnya
jumlah masukan dalam perumusan kebijakan yang berperspektif Perlindungan Anak
di tingkat pusat dan daerah.
3. Meningkatnya
jumlah MoU yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat dan daerah.
4. Meningkatnya
jumlah Renstra dan RPJM baik di pusat maupun di daerah yang berperspektif
Perlindungan Anak.
5. Meningkatnya
jumlah program dan kegiatan yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat
pusat dan daerah.
6. Meningkatnya
jumlah alokasi anggaran yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat
dan daerah.
7. Meningkatnya
jumlah warga masyarakat yang mendapat informasi tingkat dasar (basic)
tentang hak-hak anak
8. Meningkatnya
jumlah warga masyarakat yang mendapat informasi tingkat lanjut (advance) tentang hak-hak anak
9. Meningkatnya
jumlah warga masyarakat yang terlibat aktif dalam kegiatan yang berperspektif
perlindungan anak
10. Meningkatnya
jumlah mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak yang terselesaikan.
11. Meningkatnya
jumlah lembaga pemerintah dan non-pemerintah
yang terintegrasi dalam sistem pengawasan perlindungan anak
12. Meningkatnya
jumlah lembaga pengawasan perlindungan anak di daerah
13. Meningkatnya
jumlah sumberdaya manusia yang kompeten menjadi pengawas perlindungan anak
14. Meningkatnya
jumlah laporan pengawasan perlindungan anak
15. Meningkatnya
jumlah lembaga pemerintah dan non pemerintah yang memanfaatkan laporan
pengawasan perlindungan anak
16. Meningkatnya
jumlah individu yang memanfaatkan laporan pengawasan perlindungan anak
17. Meningkatnya
jumlah warga masyarakat yang memanfaatkan layanan pengaduan masyarakat
18. Tersusunnya
sistem dan prosedur layanan pengaduan
masyarakat yang optimal.
19. Meningkatnya
jumlah sumberdaya manusia KPAI yang
mengikuti pendidikan dan pelatihan
20. Tersusunnya
sistem dan prosedur manajemen internal KPAI
21. Meningkatnya
jumlah kelembagaan pengawasan penyelengaran perlindungan anak di daerah
22. Meningkatnya
jumlah sarana dan prasarana pengawasan
dengan
mengacu pada standar rasio pelayanan perlindungan anak yang
memadai.
23. Tersusunnya pedoman pengawasan perlindungan anak
24. Terwujudnya sistem penghargaan bagi lembaga pemerintah,
swasta, perorangan dalam penyelenggaran perlindungan anak.
NO
|
NAMA
|
JABATAN
|
KOMISIONER KPAI
|
||
1
|
DR. HM. Asrorun
Niam Sholeh, MA
|
Ketua KPAI
|
2
|
Putu Elvina,
S.Psi., MM
|
Wakil Ketua KPAI
|
3
|
Susanto, MA.
|
Wakil Ketua KPAI
|
4
|
Rita Pranawati,
MA.
|
Sekretaris KPAI
|
5
|
DR. Budiharjo,
BSc
|
Anggota /
Komisioner
|
6
|
DR. Titik
Haryati, M.Pd
|
Anggota /
Komisioner
|
7
|
Dra. Hj. Maria
Ulfah Anshor, M.Si
|
Anggota /
Komisioner
|
8
|
Erlinda, M.Pd
|
Anggota /
Komisioner
|
9
|
Maria Advianti,
SP.
|
Anggota /
Komisioner
|
TIM AHLI KPAI
|
||
1
|
Muhammad Joni,
SH., MH.
|
Tim Ahli Bidang
Hukum
|
2
|
Muhammad
Fadhillah, MEI
|
Tim Ahli Bidang
Media
|
3
|
Dr. Nurhidaya,
M.Psi
|
Tim Ahli Bidang
Psikologis
|
NO
|
NAMA
|
JABATAN
|
SEKRETARIAT KPAI
|
||
1
|
Retno Adji
Prasetiaju, SH
|
Kepala
Sekretariat KPAI
|
2
|
Sri Warginingsih,
S.Sos
|
Kepala Bagian
Umum
|
3
|
Kemis Hariwanto,
SE
|
Kepala Bagian
Perencanaan dan Keuangan
|
4
|
Khodiri, S.Sos.,
M.Ap
|
Kepala Bagian
Data dan Pelaporan
|
5
|
Dra. Rolasni
|
Kepala Sub Bagian
Data dan Informasi
|
6
|
Awalia Abdan,
S.Kom
|
Kepala Sub Bagian
Pelaporan dan Evaluasi Kerjasama
|
7
|
Purwadi
|
Kepala Sub Bagian
Tata Usaha
|
8
|
Achmadi, S.Sos
|
Kepala Sub Bagian
Perencanaan dan Program
|
9
|
Fernasali, SE
|
Kepala Sub Bagian
Keuangan
|
10
|
Vista Pratiwi,
S.Kom
|
Kepala Sub Bagian
Informasi dan Pelayanan Publik
|
11
|
Sadiyo
|
Pengelola Kearsipan
|
12
|
Rahmat
|
Pengelola
Pustakawan
|
STAF ADMINISTRASI / SEKRETARIAT
|
||
1
|
Sander Diki
Zulkarnaen, M.Psi
|
Analis Data dan
Informasi & Kesekretariatan
|
2
|
Davit Setyawan,
SE
|
Analis Pelaporan
& Kesekretariatan
|
3
|
Hery Kurnihanto,
S.Sos
|
Analis Program
dan Perencanaan & Kesekretariatan
|
4
|
Heri Purwanto,
Amd.
|
Verifikator
Keuangan & Kesekretariatan
|
5
|
Maliki
Abdurachman, Amd.
|
Pengelola SAK
& Kesekretariatan
|
6
|
Lida Ikhlas
Pranoto, Amd.
|
Pengelola
Informasi dan Dokumentasi & Front Desk Pengaduan
|
7
|
Puji Rahayu, S.Sos
|
Analis Manajemen
Kepegawaian & Arsiparis
|
8
|
Indah Mulyani,
S.Sos
|
Analis Manajemen
Kepegawaian & Kehumasan
|
STAF PENDUKUNG / ASISTENSI KPAI
|
||
1
|
Analis Pengaduan Masyarakat
Bidang Pengaduan
|
|
Waspada, M.M
|
Tim Pengaduan
KPAI
|
|
Agnes P.
Tampubolon, SH
|
Tim Pengaduan
KPAI
|
|
Silvianty
Nilamsari, S.ST
|
Tim Pengaduan
KPAI
|
|
Helwina
Handayani, S.Sos
|
Tim Pengaduan
KPAI
|
|
Gilang Yudhi
Pratama, S. Tr. Sos
|
Tim Pengaduan
KPAI
|
|
Rifky Himawan, SH
|
Tim Pengaduan
KPAI
|
|
Debby Shilvia, SH
|
Tim Pengaduan
KPAI (Front Office)
|
|
2
|
Analis Pelayanan Publik
|
|
Robert B.
Triyana, S.Sos
|
Analis Bidang
Trafficking dan Eksploitasi
|
|
Fajar Putra
Wahyudi, SE
|
Analis Bidang
Anak Berhadapan Hukum (ABH)
|
|
3
|
Analis Masalah Sosial
|
|
Khoirul Anas,
S.Sos.I
|
Analis Bidang Hak
Sipil dan Partisipasi Anak
|
|
Lutfi Humaidi,
M.Sc
|
Analis Bidang
Pendidikan
|
|
Zahrotul Amalia,
SP
|
Analis Bidang
Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat
|
|
Dedi Hendrian,
S.Kom
|
Analis Bidang
Pelayanan Informasi Publik
|
|
4
|
Analis Hubungan Kelembagaan
|
|
Muhammad Ridwan Taiyeb,
S.Pd
|
Analis Bidang
Agama dan Budaya
|
|
Naswardi, ME.,
MM.
|
Analis Bidang
Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
|
|
Ilham Fahma
Setiawan, SH
|
Analis Bidang
Pornografi dan Cyber Crime
|
|
5
|
Analis Data Bidang Evaluasi dan Kerjasama Penelitian
|
|
Dyah Ambarwati, S.Pd
|
Analis Bidang
Kesehatan dan NAPZA
|
|
Ratih Tahira
Swandari, S.Kesos
|
Analis Bidang
Data
|
1.4.
DATA
KASUS PERMASALAHAN ANAK DI INDONESIA
NO
|
KASUS PERLINDUNGAN ANAK
|
TAHUN
|
JUMLAH
|
||||||||||
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
||||||||
1
|
Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat
|
92
|
79
|
246
|
191
|
174
|
97
|
879
|
|||||
101
|
Anak Terlantar (Anak
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial)
|
54
|
39
|
69
|
84
|
74
|
42
|
||||||
102
|
Anak Dalam Keadaan
Darurat (Korban Konflik Sosial / Peperangan)
|
17
|
22
|
44
|
19
|
14
|
7
|
||||||
103
|
Anak Korban Bencana (Darat, Laut, Udara)
|
21
|
18
|
133
|
88
|
86
|
48
|
||||||
2
|
Keluarga
dan Pengasuhan Alternatif
|
416
|
633
|
931
|
921
|
822
|
403
|
4126
|
|||||
201
|
Anak Korban Perebutan Hak Kuasa Asuh
|
149
|
247
|
322
|
347
|
251
|
124
|
||||||
202
|
Anak Korban Pelarangan Akses Bertemu Orangtua
|
112
|
141
|
224
|
238
|
255
|
136
|
||||||
203
|
Anak Korban Penelantaran Ekonomi (Hak Nafkah)
|
94
|
154
|
237
|
223
|
182
|
92
|
||||||
204
|
Anak Hilang
|
24
|
35
|
70
|
42
|
41
|
15
|
||||||
205
|
Anak Korban Penculikan Keluarga (Child
Abduction)
|
37
|
56
|
78
|
71
|
93
|
36
|
||||||
3
|
Agama dan
Budaya
|
83
|
204
|
214
|
106
|
180
|
119
|
906
|
|||||
301
|
Anak Korban Konflik Agama dan Budaya
|
24
|
61
|
58
|
18
|
14
|
7
|
||||||
302
|
Anak Korban Tayangan dan Pergaulan Seks Bebas
|
39
|
113
|
120
|
64
|
113
|
86
|
||||||
303
|
Anak Korban Pernikahan Di Bawah Umur
|
14
|
8
|
20
|
4
|
7
|
5
|
||||||
304
|
Anak Korban Kecelakaan Rekreasi dan Permainan Berbahaya
|
6
|
22
|
16
|
20
|
46
|
21
|
||||||
4
|
Hak Sipil dan Partisipasi
|
37
|
42
|
79
|
76
|
110
|
35
|
379
|
|||||
401
|
Anak Tanpa Kepemilikan Akta Kelahiran
|
26
|
28
|
46
|
50
|
74
|
22
|
||||||
402
|
Anak Korban Denda Pembuatan Akta Kelahiran
|
5
|
6
|
20
|
17
|
19
|
7
|
||||||
403
|
Anak Korban Perkawinan Campuran dan Kewarganegaraan
|
6
|
8
|
13
|
9
|
17
|
6
|
||||||
5
|
Kesehatan dan Napza
|
221
|
261
|
438
|
360
|
374
|
148
|
1802
|
|||||
501
|
Anak Korban Mal Praktek
|
22
|
22
|
52
|
28
|
48
|
17
|
||||||
502
|
Anak Korban Keracunan dan Penyakit Menular
|
108
|
131
|
173
|
148
|
103
|
41
|
||||||
503
|
Anak Korban Akses Pelayanan Kesehatan
|
45
|
63
|
151
|
73
|
118
|
33
|
||||||
504
|
Anak Pengguna Napza
(Narkotika, Rokok, Minuman
Keras, dsb)
|
34
|
28
|
41
|
63
|
74
|
47
|
||||||
505
|
Anak Pengedar Napza
(Narkotika, Rokok, Minuman
Keras, dsb)
|
12
|
17
|
21
|
48
|
31
|
10
|
||||||
6
|
Pendidikan
|
276
|
522
|
371
|
461
|
538
|
197
|
2365
|
|||||
601
|
Anak Korban Tawuran Pelajar
|
20
|
49
|
52
|
113
|
96
|
15
|
||||||
602
|
Anak Pelaku Tawuran Pelajar
|
64
|
82
|
71
|
46
|
126
|
25
|
||||||
603
|
Anak Korban Kekerasan di Sekolah (Bulliying)
|
56
|
130
|
96
|
159
|
154
|
67
|
||||||
604
|
Anak Pelaku Kekerasan di Sekolah (Bulliying)
|
48
|
66
|
63
|
67
|
93
|
74
|
||||||
605
|
Anak Korban
Kebijakan (Pungli di Sekolah, Penyegelan Sekolah, Tidak Boleh Ikut
Ujian, Anak Putus
Sekolah, dsb)
|
88
|
195
|
89
|
76
|
69
|
16
|
||||||
7
|
Pornografi
dan Cyber Crime
|
188
|
175
|
247
|
322
|
463
|
198
|
1593
|
|||||
701
|
Anak Korban Kejahatan Seksual Online
|
17
|
11
|
23
|
53
|
133
|
44
|
||||||
702
|
Anak Pelaku Kejahatan Seksual Online
|
8
|
7
|
16
|
42
|
52
|
26
|
||||||
703
|
Anak Korban Pornografi dari Media Sosial
|
107
|
110
|
147
|
163
|
174
|
89
|
||||||
704
|
Anak Pelaku Kepemilikan Media Pornografi (HP/Video, dsb)
|
56
|
47
|
61
|
64
|
104
|
39
|
||||||
8
|
Anak Berhadapan Hukum
(ABH)
|
695
|
1413
|
1428
|
2208
|
1221
|
515
|
7480
|
|||||
ABH Sebagai Pelaku
|
|||||||||||||
801
|
Anak Sebagai Pelaku
Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan,
Perkelahian, dsb)
|
46
|
53
|
76
|
105
|
81
|
38
|
||||||
802
|
Anak Sebagai Pelaku
Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
|
15
|
11
|
21
|
27
|
22
|
18
|
||||||
803
|
Anak Sebagai
Pelaku Kekerasan Seksual
(Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia, dsb)
|
123
|
324
|
247
|
561
|
157
|
59
|
||||||
804
|
Anak Sebagai Pelaku Pembunuhan
|
32
|
46
|
53
|
66
|
36
|
23
|
||||||
805
|
Anak Sebagai Pelaku Pencurian
|
14
|
92
|
51
|
47
|
81
|
17
|
||||||
806
|
Anak Sebagai Pelaku
Kecelakaan Lalu Lintas
|
9
|
86
|
48
|
58
|
52
|
28
|
||||||
807
|
Anak Sebagai Pelaku
Kepemilikan Senjata Tajam
|
21
|
18
|
28
|
46
|
48
|
11
|
||||||
808
|
Anak Sebagai Pelaku Penculikan
|
6
|
27
|
21
|
17
|
6
|
3
|
||||||
809
|
Anak Sebagai Pelaku Aborsi
|
6
|
5
|
14
|
21
|
19
|
16
|
||||||
ABH Sebagai Korban
|
|||||||||||||
810
|
Anak Sebagai Korban Kekerasan Fisik
(Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb)
|
94
|
57
|
215
|
273
|
197
|
62
|
||||||
811
|
Anak Sebagai Korban
Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
|
35
|
16
|
74
|
41
|
58
|
29
|
||||||
812
|
Anak Sebagai Korban
Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan,
Sodomi/Pedofilia, dsb)
|
216
|
412
|
343
|
656
|
218
|
83
|
||||||
813
|
Anak Sebagai Korban Pembunuhan
|
18
|
86
|
62
|
94
|
59
|
25
|
||||||
814
|
Anak Sebagai Korban Pencurian
|
5
|
26
|
36
|
43
|
34
|
24
|
||||||
815
|
Anak Sebagai Korban
Kecelakaan Lalu Lintas
|
7
|
58
|
49
|
51
|
74
|
30
|
||||||
816
|
Anak Sebagai Korban
Kepemilikan Senjata Tajam
|
5
|
7
|
13
|
28
|
23
|
8
|
||||||
817
|
Anak Sebagai Korban Penculikan
|
26
|
45
|
47
|
34
|
16
|
12
|
||||||
818
|
Anak Sebagai Korban Aborsi
|
2
|
4
|
5
|
11
|
16
|
19
|
||||||
819
|
Anak Sebagai Korban Bunuh Diri
|
12
|
35
|
17
|
19
|
15
|
4
|
||||||
Anak Sebagai Saksi
|
|||||||||||||
820
|
Perlindungan Saksi oleh LPSK
|
1
|
1
|
3
|
4
|
2
|
2
|
||||||
821
|
Perlindungan
Saksi oleh Kepolisian
|
2
|
4
|
5
|
6
|
7
|
4
|
|
9
|
Trafficking dan Eksploitasi
|
160
|
173
|
184
|
263
|
345
|
129
|
1254
|
901
|
Anak Sebagai
Korban Perdagangan (Trafficking)
|
27
|
52
|
43
|
75
|
55
|
21
|
|
902
|
Anak Sebagai
Korban Prostitusi Online
|
16
|
27
|
60
|
83
|
117
|
49
|
|
903
|
Anak Sebagai
Korban Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA)
|
59
|
37
|
51
|
46
|
72
|
26
|
|
904
|
Anak Sebagai
Korban Eksploitasi Pekerja Anak
|
58
|
57
|
30
|
59
|
101
|
33
|
|
10
|
Lain-Lain
|
10
|
10
|
173
|
158
|
82
|
27
|
460
|
**
|
Perlindungan Lainnya,… (Anak Sebagai Korban
Kelalaian Orangtua/Lingkungan)
|
10
|
10
|
173
|
158
|
82
|
27
|
|
TOTAL
|
2178
|
3512
|
4311
|
5066
|
4309
|
1868
|
21244
|
|
Update Data : 01 Januari 2011 - 06 Juni 2016
|
BAB II
IDENTIFIKASI PEKERJAAN
IDENTIFIKASI PEKERJAAN
Dalam KPAI terdapat beberapa bidang
pekerjaan, salah satunya adalah bidang pengaduan. Bidang pengaduan KPAI adalah
bidang yang langsung mempertemukan masayarakat dengan KPAI terkait dengan kasus
terhadap anak yang dialami oleh orangtua, keluarga, kerabat ataupun masyarakat
yang melihat kasus terkait dengan anak dapat langsung mengadukan ke bagian
pengaduan KPAI. Dalam bidang ini terdapat beberapa jenis kasus yang dapat
ditangani di KPAI terkait dengan hak-hak anak yang tidak terpenuhi, dengan
rincian sebagai berikut :
1.
Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat
a. Anak
Terlantar (Anak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial)
b. Anak
Dalam Keadaan Darurat (Korban Konflik Sosial / Peperangan)
c. Anak
Korban Bencana (Darat, Laut, Udara)
2.
Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
a. Anak
Korban Perebutan Hak Kuasa Asuh
b. Anak
Korban Pelarangan Akses Bertemu Orangtua
c. Anak
Korban Penelantaran Ekonomi (Hak Nafkah)
d. Anak
Hilang
e. Anak
Korban Penculikan Keluarga (Child Abduction)
3.
Agama dan Budaya
a. Anak
Korban Konflik Agama dan Budaya
b. Anak
Korban Tayangan dan Pergaulan Seks Bebas
c. Anak
Korban Pernikahan Di Bawah Umur
d. Anak
Korban Kecelakaan Rekreasi dan Permainan Berbahaya
4.
Hak Sipil dan Partisipasi
a. Anak
Tanpa Kepemilikan Akta Kelahiran
b. Anak
Korban Denda Pembuatan Akta Kelahiran
c. Anak
Korban Perkawinan Campuran dan Kewarganegaraan
5.
Kesehatan dan Napza
a. Anak
Korban Mal Praktek
b. Anak
Korban Keracunan dan Penyakit Menular
c. Anak
Korban Akses Pelayanan Kesehatan
d. Anak
Pengguna Napza (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb)
e. Anak
Pengedar Napza (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb)
6.
Pendidikan
a. Anak
Korban Tawuran Pelajar
b. Anak
Pelaku Tawuran Pelajar
c. Anak
Korban Kekerasan di Sekolah (Bulliying)
d. Anak
Pelaku Kekerasan di Sekolah (Bulliying)
e. Anak
Korban Kebijakan (Pungli di Sekolah, Penyegelan Sekolah, Tidak Boleh Ikut
Ujian, Anak Putus Sekolah, dsb)
7.
Pornografi dan Cyber Crime
a. Anak
Korban Kejahatan Seksual Online
b. Anak
Pelaku Kejahatan Seksual Online
c. Anak
Korban Pornografi dari Media Sosial
d. Anak
Pelaku Kepemilikan Media Pornografi (HP/Video, dsb)
8.
Anak Berhadapan Hukum (ABH)
a. ABH
Sebagai Pelaku
1. Anak
Sebagai Pelaku Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb)
2. Anak
Sebagai Pelaku Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
3. Anak
Sebagai Pelaku Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia,
dsb)
4. Anak
Sebagai Pelaku Pembunuhan
5. Anak
Sebagai Pelaku Pencurian
6. Anak
Sebagai Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas
7. Anak
Sebagai Pelaku Kepemilikan Senjata Tajam
8. Anak
Sebagai Pelaku Penculikan
9. Anak
Sebagai Pelaku Aborsi
b. ABH
Sebagai Korban
1. Anak
Sebagai Korban Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb)
2. Anak
Sebagai Korban Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
3. Anak
Sebagai Korban Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia,
dsb)
4. Anak
Sebagai Korban Pembunuhan
5. Anak
Sebagai Korban Pencurian
6. Anak
Sebagai Korban Kecelakaan Lalu Lintas
7. Anak
Sebagai Korban Kepemilikan Senjata Tajam
8. Anak
Sebagai Korban Penculikan
9. Anak
Sebagai Korban Aborsi
10. Anak
Sebagai Korban Bunuh Diri
c. Anak
Sebagai Saksi
1. Perlindungan
Saksi oleh LPSK
2. Perlindungan
Saksi oleh Kepolisian
9.
Trafficking dan Eksploitasi
a. Anak
Sebagai Korban Perdagangan (Trafficking)
b. Anak
Sebagai Korban Prostitusi Online
c. Anak
Sebagai Korban Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA)
d. Anak
Sebagai Korban Eksploitasi Pekerja Anak
Hal
diatas merupakan jenis dari kasus yang dapat ditangani di KPAI, di pengaduan
KPAI terdapat suatu Standard Operating Procedures (SOP) yang
dijalankan di pengaduan KPAI terhadap pelapor yang melaporkan kasus terkait
dengan permasalahan anak. Standard
Operating Procedures (SOP) ini terdapat beberapa tahan dalam
penanganan suatu kasus yaitu sebagai berikut :
1.
Verifikasi Terhadap Pelapor, Terlapor, Anak,
dan Kuasa Hukum diamana dalam tahap ini pelapor yang melaporkan kasusnya
membawa berkas-berkas terkait seperti KTP, KK, Akte Kelahiran, dan data lainnya
yang terkait. Dalam tahap ini ketika pelapor telah melaporkan kasusnya ke
pengaduan KPAI, pengaduan KPAI akan memanggi terlapor untuk mendapatkan
informasi ataupun klarifikasi terkait dengan laporan yang didapat di pengaduan
karena KPAI merupakan lembaga yang independen tidak memihak siapapun maka dari
itu penggalian informasi dan klarifikasi terhadap terlapor sangant penting,
namun dalam hal ini KPAI tidak memiliki wewenang untuk memaksa karena KPAI
bertujuan menyelesaikan masalah secara kekeluargaan sehingga pemanggilan
terhadap terlapor hanya bisa dilakukan sebanyak tiga kali serta dalam tahap ini
pengaduan KPAI akan memberikan surat penyataan kesediaan apakah para pihak
sepakat untuk bermediasi.
2.
Asesmen Pihak Lain (Psikolog), dalam tahap
ini setelah selesainya penggalian informasi dan klarifikasi teradu, pengaduan
KPAI akan mengasessmen pihak terkait (anak), hal ini berguna untuk mengetahui
bagaimana kondisi psikis dan dapat dijadikan dasar ketika para pihak
bermediasi.
3.
Rapat Analisis Kasus (mencakup laporan tim
pengaduan, asistensi dan komisioner), pada tahap ini berkas dan kelengkapan
harus dipastikan lengkap untuk tindak lanjut kasus oleh pengaduan ataupun
komisioner bidang terkait.
4.
Pelimpahan Berkas ke Asistensi Bidang dan
dilanjutkan kepada Komisioner, tahap ini dijalankan oleh komisioner terkait
dengan kasus tersebut.
5.
Penyiapan Proses Mediasi Kasus, dalam tahap
ini ketika para pihak sepakat untuk bermidiasi maka selanjutnya akan disusun
jadwal dan tim mediasi kasus.
6.
Pelimpahan Berkas, pada tahap ini
berkas-berkas terkait diberikan kepada mediator untuk ditelaah terlebih dahulu.
7.
Membuat Surat Pemanggilan Mediasi, surat
pemanggilan ini diberikan kepada pihak pelapor dan terlapor yang kemudian akan
dipertemukan dalam senuah ruangan dengan didampingi oleh Mediator yang telah
tersertifikasi sebagai penengah kedua belah pihak. Dalam tahap ini jika
terlapor tidak hadir pada panggilan pertama akan dibuatkan surat pemanggilan
lagi sebanyak maksimal 3 kali pemanggilan.
8.
Klien memutuskan jika :
a. Lanjut
Ke Komisioner Bidang / Kedua Klien Hadir Untuk Mediasi, mediasi akan
dilaksanakan jika kedua belah pihak sepakat untuk mediasi di KPAI.
b. Terminasi
/ Klien Tidak Hadir Untuk Mediasi kasus tersebut akan ditutup melalui surat
terminasi kasus.
9.
Menentukan Tim Mediator yang terdiri dari tiga orang
komisioner, dalam satu tim mediator terdiri dari tiga orang komisioner (ketua,
sekretaris, anggota) dan didampingi dua asistensi
10. Proses
Mediasi
a. Berhasil,
maka akan langsung dibuatkan isi dari kesepakatan yang tentunya disetujui oleh
kedua belah pihak oleh mediator.
b. Gagal,
maka kasus akan di tutup melalui surat terminasi kasus.
11. Pembuatan
Akte Perjanjian Kesepakatan Mediasi
a. Surat
Penutupan Kasus (Mediasi gagal).
b. Klausul
Kesepakatan Mediasi, jika mediasi berhasil dana akan dibuatkan akta perjanjian
kesepakatan mediasi.
12. Pengembalian
Berkas dan Penyerahan Berkas Kasus adalah tahap akhir dalam proses di KPAI.
BAB III
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DAN SOLUSI
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak yang dimaksud Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Anak tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari, perlindungan terhadap
anak mutlak diperlukan di dalam suatu Negara. Bahkan Prinsip perlindungan
anak menurut UU No.23/2002 tercantum dalam pasal 2 UU No. 23/2002 yang
berbunyi: Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan
berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi
Hak-Hak Anak meliputi: a. nondiskriminasi; b. kepentingan yang terbaik bagi
anak; c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d.
penghargaan terhadap pendapat anak. Dengan dibarengi dengan pengaturan tentang
anak di konstitusi sampai dengan peraturan-perturan yang ada dibawahnya
tentunya Negara menginginkan perlindungan terhadap anak bangsa semakin baik.
Namun jika melhat dari data secara global yang bersumber dari Pengaduan
Langsung KPAI, Pemantauan
Media Cetak dan Online, Pengaduan Bank Data Perlindungan Anak, Data Lembaga Mitra KPAI (KPAD, P2TP2A, KEPOLISIAN) terdapat 2178
kasus pada tahun 2011, 3512 kasus pada tahun 2012, 4311 kasus pada tahun 2013,
5066 kasus pada tahun 2014, 4309 kasus pada tahun 2015 dan 1868 kasus sampai
pertengahan tahun 2016. Jika melihat dari data tersebut terlihat dari tahun
2011 sampai dengan tahun 2014 kasus anak meningkat setiap tahunnya. Dalam hal ini yang yang menyebabkan maraknya kasus
terhadap anak tersebut sangat beragam seperti
pengasuhan orangtua yang salah, sesuai dengan penelitian yang KPAI buat
bahwa sebanyak 70 % orangtua tidak mampu mengasuh anaknya dengan baik, karena
kebanyakan orangtua hanya menggunakan metode pengasuhan sesuai dengan apa cara
pengasuhan yang orangtua dapatkan dari ayah dan ibunya saat kecil tanpa
memperhatikan perkembangan zaman yang begitu pesat. Hal ini merupakan salah
satu dari sekian penyebab maraknya kasus terhadap anak yang terjadi di
Indonesia.
Maraknya kasus terhadap anak tidak
dapat dibiarkan begitu saja, banyak solusi yang dapat dilakukan untuk menekan
angka kasus terhadap anak ini. Dari data yang dijelaskan diatas kita dapat
melihat dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016 kasus tentang anak mulai
berkurang. Ini menunjukan bahwa solusi-solusi yang diterapkan mulai berjalan
efektif. Solusi yang dapat dilihat adalah dari segi peraturan, kita tahu bahwa
beberapa waktu lalu Presiden mengesahkan Perppu No. 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU No.
23/2002 tentang Perlindungan Anak dalam Perpu ini terdapat hukuman kebiri untuk
pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Hal ini merupakan cara untuk mengurangi
kasus terhadap anak khusunya kasus seksual terhadap anak, walaupun kebijakan
ini menjadi pro kontra ditengah masyarakat namun dengan mempertegas peraturan
dapat benar-benar membuat pelakunya jera sehingga permasalahan anak dapat ditekan
hal ini tentunya tidak terlepas dari peran KPAI sebagau pemberi masukan
terhadap kebijakan yang akan dibuat mengenai anak. Selain itu Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga semakin gencar melakukan sosialisasi ke
masyarakat, hal ini didasari dari ketidaktahuan masyarakat terhadap
perlindungan anak. Maka sangat perlu istitusi yang bergerak dibidang anak untuk
terus mensosialisasikan perlindungan anak dan menyadarkan masyarakat bahwa
perlindungan anak tidak hanya pemerintah saja melainkan juga keluarga, kerabat,
masyarakat, lembaga atau organisasi kemasyarakatan dan negara memiliki
tanggungjawab yang sama terkait dengan perlidungan anak. Tidak hanya itu,
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga melakukan kerjasama dengan Badan
Narkotika Nasional (BNN), penurunan karakter anak Indonesia menjadi hal yang
sangat perlu segera di perbaiki, kedua lembaga ini memiliki tugas yang sama
yaitu untuk membangun karakter bangsa yang kuat, memiliki moralitas dan nilai
yang positif sehingga hal inilah yang melatarbelakangi adanya kerjasama antara
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Badan Narkotika Nasional
(BNN). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga berkerjasama dengan Menteri
Agama, hal ini didasari dari maraknya fenomena kekerasan terhadap anak di
lembaga agama dan permasalahan pengasuhan terhadap anak. Selain dengan Menteri
Agama dan Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) juga beberapa waktu lalu menggalakan mudik ramah anak dimana Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menghimbau kepada seluruh golongan
masyarakat yang menjalankan mudik untuk menjadikan keselamatan dan kesehatan
anak menjadi prioritas dalam mudik tahun ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
KESIMPULAN
Perlindungan anak menjadi
tanggungjawab setiap golongan di maryarakat dari pemerintah, lembaga atau
organisasi kemayarakatan, masyarakat, kerabat dan dari yang terdekat adalah
keluarga. Tidak bisa dipungkiri di Indonesia permasalahan terhadap anak memang
sangat banyak namun dengan usaha semua golongan di masyarakat tersebut bukan
tidak mungkin permasalahan anak akan pelan-pelan berkurang. Banyak solusi yang
sudah dijalankan oleh pemerintah termasuk mempertegas hukuman bagi pelaku
kejahatan terhadap anak seperti hukuman kebiri namun perlu kita ketahui bahwa
setiap peraturan yang dibuat tidak pernah ada satupun diantara peraturan
tersebut yang langsung dapat menghilangkan suatu tindakan kejahatan. Kita perlu
menyadari hal tersebut dan sebagai masyarakat kita juga memiliki tanggungjawab
penuh terhadap perlindungan anak. Anak merupakan masa depan bangsa, maka dari
itu perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas di Indonesia untuk
menyelamatkan masa depan bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar