Ditulis Oleh :
1. Yoga Ariadnya
2. Ita Utari
3. Diah Indrawati
SISTEM LELANG JABATAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN REFORMASI
BIROKRASI DI INDONESIA
A. PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD), Indonesia telah mengikrarkan diri sebagai Negara Kesatuan
Repbulik Indonesia (NKRI). Namun, untuk memudahkan penyelenggaraan
pemerintahan, maka NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang masing-masing itu mempunyai
pemerintahan daerah. Dalam menjalankan pemerintahan daerah tersebut, diselenggarakan dengan berdasarkan asas
otonomi daerah yang mengatur urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD.[1]
Berdasarkan asas otonomi daerah tersebut, pemerintah daerah berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan aspirasi masyarakat di suatu daerah otonom dalam sistem NKRI.
Kewenangan mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
termasuk juga di dalamnya urusan menentukan pejabat yang akan ditempatkan pada
jabatan tertentu dalam lingkup pemerintah daerah tersebut. Beberapa waktu lalu,
pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta melakukan terobosan terkait
dengan pengisian pos jabatan dalam struktur pemerintahannya, yaitu melelang
sejumlah jabatan yang akan direstrukturisasi oleh piminan pemerintah setempat.
Namun, Direktur investigasi dan advokasi forum Indonesia untuk anggaran menilai
proses promosi dan seleksi terbuka atau yang disebut lelang jabatan pejabat
dilingkungan pemerintah provinsi DKI Jakarta penuh kecurangan. Oleh karena itu,
Direktur Investigasi dan Advokasi meminta kepada Gubernur DKI Jakarta untuk
membatalkan pelantikan 4.676 pejabat dari eselon II sampai eselon IV di kawasan
Monumen Nasional, Gambir Jakarta Pusat pada Jumat tanggal 2 Pebruari lalu. Dugaan
adanya korupsi terjadi saat nilai pegawai yang mengikuti tes sampai sekarang
belum dipublikasikan dan ada kesan dalam pengambilan nilai tes dilaksanakan
secara sembunyi-sembunyi.[2]
Proses lelang jabatan yang dilakukan seharusnya dilaksanakan
secara transparan dan akuntabel. Prosedur mengenai pengangkatan, pemindahan,
penghentian, penetapan pensiun gaji, tunjangan, hak dan kewajiban serta
kedudukan hukum pegawai Negeri Sipil daerah, ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan[3]. Dalam
skema lelang jabatan terdapat clear-cut penanggung
jawab yang jelas disetiap tahapannya. Instansi pemerintahan boleh saja menyusun
detail tahapan lelang jabatan yang berbeda, namun kesemuanya memiliki satu
kesamaan yakni adanya keterbukaan proses. Adanya aspek answerability[4]
dan enforcement[5]
dalam lelang jabatan tentunya menjadikan kegiatan tersebut lebih transparan.
Mengacu pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) ditentukan bahwa “manajemen ASN
adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang professional,
memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme”. Hasil akhir yang diharapkan oleh
ketentuan tersebut adalah untuk mendapatkan aparatur pemerintahan yang
benar-benar bersih dari praktik Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN).
Salah satu aspek dari good
government di dalam pemerintahan adalah setiap kebijakan yang dilaksanakan
pemerintah diumumkan kepada publik secara tepat waktu, komprehensif dan mudah
diakses[6].
Skema lelang jabatan merupakan terobosan pemerintah yang memudahkan publik
untuk memantau dan memberi masukan terhadap jalannya proses pemerintahan. Lelang
jabatan merupakan akses terciptanya good
government dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, sistem
lelang jabatan yang telah berjalan selama ini juga harus terus dipertahankan
dan disempurnakan,[7] untuk
menghilangkan prilaku KKN dan mendapatkan aparatur pemerintah yang bersih dari
korupsi.
B.
PEMBAHASAN
1.
Kajian Teoritis Sistem Lelang
Jabatan
Lelang jabatan sebenarnya adalah promosi jabatan secara
terbuka (open promotion) bagi pejabat
birokrasi pemerintahan. Asal dari kata lelang adalah auction yang artinya peningkatan secara bertahap. Melalui kompetisi
dalam menawar barang yang dilelang maka lelang secara adil, secara terbuka
menyediakan sarana yang tidak memihak dan memberi kesempatan yang sama kepada
masyarakat. Definisi jabatan dalam birokrasi pemerintahan dikenal jabatan
karier, yaitu jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1)
Jabatan
struktural : yaitu jabatan yang menunjukan tugas,tanggung jawab,wewenang, dan
hak seseorang PNS dalam memimpin suatu satuan negara
2)
Jabatan
fungsional : yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur
organisasi, tapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksanaan
tugas-tugas pokok organisasi.
Kebijakan kepegawaian dapat mendorong pengembangan otonomi
daerah, sehingga kebijakan kepegawaian di daerah didasarkan atas penyelenggaraan
otonomi daerah dengan memberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab
kepada daerah secara proporsional. Keleluasaan dalam otonomi daerah tersebut
mencakup kewenangan yang dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Paradigma good goverment sangat diperlukan bagi
penataan pembaharuan pola pikir instansi serta PNS maupun masyarakat pada
umumnya untuk merancang sistem birokrasi yang kuat dan terlepas dari praktik
KKN. Salah satu cara untuk mewujudkan good government adalah melalui promosi
jabatan yang dilaksanakan secara terbuka.
Penerapan promosi
jabatan secara terbuka secara tersirat diatur dalam UU ASN. UU ASN memberikan
ruang yang lebih besar untuk mengembangkan birokrasi berbasis merit system.
Dalam Pasal 72 UU ASN sendiri secara lugas disebutkan bahwa “setiap PNS yang memenuhi
syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih
tinggi” yang berarti, sistem promosi PNS haruslah terbuka dan kompetitif.
Menurut Max weber, sistem birokrasi itu suatu hirarki yang
ditetapkan secara jelas dimana para pemegang kantor mempunyai fungsi yang
sangat spesifik dan menerapkan aturan universal dalam semangat impersonalitas
yang formalitas.[8] Sistem
birokrasi ini menekankan pada aspek kedisiplinan. Oleh sebab itu, weber juga
memasukan birokrasi sebagai sistem legal-rasional.
Dikatakan legal, karena tunduk pada
aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapapun juga dan rasional
diartikan agar dapat dipahami, dipelajari dan jelas penjelasan sebab akibatnya[9].Konsep
birokrasi merupakan konsep yang luas ruang lingkupnya yang secara rinci
meliputi reformasi stuktural, prosedural, kultural dan etika birokrasi. Pembenahan
birokrasi yang harusnya dilakukan dari level puncak, level menengah maupun
pelaksana. Pembenahan dalam level puncak harus didahulukan karena posisi
strategis para atasan sebagai pembuat keputusan. Sistem lelang jabatan tentunya
dimaksudkan untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia.
Pada dasarya, tujuan diselenggarakannya lelang jabatan
adalah untuk memilih aparatur yang memiliki kapasitas, integritas dan
kompetensi yang tepat untuk mengisi jabatan tertentu sehingga dalam menjalankan
tugasnya bisa lebih efektif dan efisien. Dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, sangat dibutuhkan aparatur negara yang bersih dari praktik KKN. Harapan
tersebut merupakan amanat dari cita-cita bangsa sebagaimana diatur dalam UUD.
Oleh karenanya, perlu direkrut pejabat ASN yang memiliki integritas,
professional, netral dan bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepoteisme serta
mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila
dan UUD. Penyelenggaraan pemerintahan daerah memerlukan sumber daya manusia
sebagai pelaksananya. Sumber daya manusia pada pemerintah daerah merupakan
unsur yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.[10]
Dasar hukum diselenggarakannya sistem lelang jabatan adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Penyelenggaraan sistem lelang jabatan ini, banyak menuai pro
dan kontra di berbagai kalangan. Terdapat persepsi apatis tentang adanya sistem
lelang jabatan ini yang menganggap akan semakin memperbesar peluang KKN. Namun
terdapat persepsi yang lebih bijak justru mengatakan bahwa sistem lelang
jabatan ini memperkecil potensi KKN dan hasilnya akan melahirkan
pejabat-pejabat yang memiliki kompetensi sesuai dengan jabatannya serta
mendapatkan pejabat-pejabat yang bersih dari pratik-praktik korupsi.
2.
Lelang Jabatan Jalan Mewujudkan
Reformasi Birokrasi
Persepsi yang bijak terhadap sistem lelang jabatan akan
memberikan dorongan positif terhadap lahirnya birokrat-birokrat yang memiliki
kompetensi baik dan akan melahirkan pejabat-pejabat yang memiliki kompetensi
sesuai dengan jabatannya serta mendapatkan pejabat-pejabat yang bersih dari
pratik-praktik korupsi. Sistem
lelang jabatan ini tentunya memberi dampak baik bagi pembangunan birokrasi
reformasi.[11] Dengan
adanya sistem lelang jabatan yang dilakukan secara transparan maka akan didapatkan
pejabat yang profesional dan tepat pada bidangnya. Secara konstitusional lelang
jabatan akan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk
memberikan sumbangsihnya dalam pemerintahan. Hal tersebut diatur dengan tegas
pada Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945 yang bunyinya “setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
Dalam penyelenggaraan lelang jabatan, pelaksanaannya harus
tetap memperhatikan dengan asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN
yang diatur dalam ketentuan Pasal 2 UU ASN yaitu :
a.
Kepastian
hukum,
b.
Profesionalitas
c.
Proposionalitas
d.
Keterpaduan
e.
Delegasi
f.
Netralitas
g.
Akuntabilitas
h.
Efektif
dan efisien
i.
KeterbukaanNon
diskriminatif
j.
Persatuan
dan kesatuan
k.
Keadilan
dan kesetaraan
l.
Kesejahteraan
Disamping
asas-asas tersebut, pengisian jabatan pada instansi pemerintahan harus
berdasarkan sistem merit yang didasarkan pada kebijakan manajemen ASN non diskriminatif. Asas penyelenggaraan
pemerintahan daerah berdasarkan UU Pemda juga menyebutkan “penyelenggaraan
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud berpedoman pada asas penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang terdiri atas :
a.
Kepastian
hukum
b.
Tertib
penyelenggaraan negara
c.
Kepentingan
umum
d.
Keterbukaan
e.
Proposionalitas
f.
Profesionalitas
g.
Akuntabilitas
h.
Efisiensi
i.
Efektifitas
j.
keadilan
Penyelenggaraan
tata pemerintahan yang berkualitas sesuai dengan paradigma good goverment mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a.
mengakui
adanya perbedaan antar individu ,antar organisasi,antar daerah antar pusat dan
daerah dan antar lembaga
b.
melakukan
interaksi antar actor dalam proses governance
c.
merasionalisasi
peran pemerintah
d.
memberdayakan
individu ,masyarakat ,warga negara ,dan swasta untuk melakukan peran baru dan
tanggung jawab dalam proses pemerintahan
e.
menciptakan
sinergi antar swasta dengan pemerintah , antara pemerintah dengan masyarakat
dan antara formal govermenct dan informal
self governanct
f.
mengembangkan
kapasitas pemkab melalui pengembangan SDM , meningkatkan kebijakan
administrative dan fiscal serta membangun kemitraan untuk menumbuhkan ekonomi[12]
Dalam sistem lelang jabatan ini diharapkan praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme dapat berkurang karena transparansi dari sistem ini membuat
siapa saja dapat mengajukan diri dalam sistem lelang jabatan ini bagi yang
memenuhi persyaratan administratif dalam golongan pekerjaan ASN tersebut. Agar
terciptanya fungsi pegawai aparatur sipil negara yang benar benar berorientasi
pada kepentingan rakyat, maka berdasarkan Pasal 10 UU ASN ditetapkan fungsi
dari pegawai ASN yaitu:
a.
Pelaksanaan
kebijakan public ;
b.
Pelayanan
public ;
c.
Perekat
dan pemersatu bangsa.
Bagi pegawai ASN, lelang jabatan ini merupakan salah satu
bentuk diwujudkannya persamaan kedudukan seseorang dalam suatu negara oleh
Negara yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Berdasarkan Pasal 27 ayat
(1) UUD 1945 “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”. Baik instansi pemerintah maupun warga masyarakat harus bisa saling
menghormati yang tujuan utamanya tetap pada kesejahteraan rakyat dalam halnya
memilih aparatur sipil negara yang bersih dan memiliki hati nurani serta
moralitas tinggi dalam membangun langkah-langkah birokrasi yang dilakukan. Sisi
positif dari sistem ini adalah terpilihnya PNS yang memiliki potensi
profesionalitas sesuai dengan jabatannya. Karena logikanya dalam sistem ini
tidak ada kualitas yang lahir tanpa adanya persaingan.
Hubungan jabatan politik dengan jabatan karir dalam
birokrasi perlu diseimbangkan agar tidak mengganggu profesionalisme birokrasi
publik untuk kepentingan bersama.[13]
Dengan berpedoman pada Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 16 Tahun 2012 tentang tata cara pengisian jabatan struktural
yang lowong secara terbuka di lingkungan instansi pemerintah menjadikan edaran
tersebut sebagai dasar untuk lepas dari tekanan pihak-pihak yang berkepentingan
dalam penetapan calon ASN dalam posisi strategis.
Sistem lelang jabatan ini akan menjadi terobosan baru dalam
birokrasi reformasi yang mengarah kepada hal yang lebih baik dengan menempatkan
orang yang memang benar-benar mampu dalam skill
dan soft skill bukan berdasarkan atas rasa kekeluargaan atau aturan paksa
penguasa serta sogok menyogok. Pengaturan sistem ini dimaksud untuk mewujudkan
pembinaan karir pegawai negeri sipil secara nasional dan menjamin kesetaraan
kualitas sumber daya manusia aparatur negara agar sesuai dengan persyaratan
yang telah ditentukan.[14]
Jadi, jika sistem ini diterapkan maka akan membuat praktik
KKN berkurang karena keterbukaan sistem atau transparansi yang dilakukan, mengoptimalkan kinerja PNS untuk mendapatkan PNS
yang professional dan bersih.[15]
Karena berdasarkan asas pengisian jabatan pada instansi pemerintah harus
berdasarkan sistem merit yang kebijakannya berdasarkan atas manajemen ASN yang
non diskriminatif, berdasarkan pasal 28D ayat 3 UUD 1945 juga menegaskan “setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan“. Bagi
PNS yang menginginkan suatu jabatan memiliki hak yang sama untuk berlomba lomba
mencari jabatan tersebut dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan
nantinya akan terpilih pemimpin yang mempunyai integritas dan kualitas yang
optimal untuk kesejahteraan rakyat.
3.
Pelaksanaan
Lelang Jabatan dan Permasalahannya
Dalam menjalankan
reformasi birokrasi yang bersih dari praktik KKN, sistem lelang jabatan ini ternyata
belum efektif. Kondisi tersebut disebabkan karena transparansi yang diharapkan
ternyata masih belum terwujud. Seperti halnya yang terjadi di DKI Jakarta dugaan adanya praktik-praktik
kecurangan terjadi saat nilai pegawai yang mengikuti tes sampai sekarang belum
dipublikasikan. Disamping itu, sistem lelang jabatan
menimbulkan regenerasi di lingkungan PNS menjadi tidak efektif, dikarenakan
tidak lagi ada keteraturan masa pengabdian pada jabatan tersebut yang membuat
adanya kecemburuan sosial. Bagi PNS yang telah lama mengabdi dan menunggu
jabatan yang diinginkan ternyata harus tersingkir oleh PNS baru. Sistem lelang
jabatan ini tidak akan efektif dalam pemberantasan korupsi dan intervensi
kekuasaan politik penguasa. Disamping itu, menurut Mahmun Syarif Nasution, ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan proses assessment lelang
jabatan tidak berhasil, faktor-faktor tersebut antara lain :
a. mekanisme seleksi pastilah memakan
waktu yang relatif lama dan biaya yang besar.
b. mekanisme seleksi juga tidak
menjamin hasilnya baik, mengingat pengalaman bernegara kita ada saja
oknum-oknum yang diberi kepercayaan tertentu kurang amanah.
c.
keterbatasan
aparatur yang professional di bidang tugasnya. [16]
Apabila dikaitkan dengan tujuan untuk mencapai good government factor-faktor tersebut
merupakan sebab gagalnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Kemudian, jika
dikaitkan dengan fungsi dan tugas dari pegawai ASN, kondisi tersebut diatas
akan menjadi sangat kontradiktif. Lamanya waktu seleksi lelang jabatan, secara
otomatis akan menyebabkan lamanya suatu pos jabatan kosong. Sehingga pelayanan
publik yang seharusnya menjadi kewajiban utama ASN tidak terwujud. Disamping
itu, perlu dipertimbangkan juga pejabat-pejaba yang berambisi mengejar jabatan
yang lebih tinggi akan “senang hati”meninggalkan jabatannya sementara waktu
untuk mengikuti seleksi-seleksi yang diagendakan oleh panitia lelang jabatan.
Kondisi seperti itu juga akan menyebabkan mangkraknya pelayanan publik.
Berdasarkan dengan
Undang-Undang No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara berdasarkan Pasal
72 ayat (2) yang berbunyi “ setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang
sama untuk dipromosikan kejenjang jabatan yang lebih tinggi”. Dengan kondisi
alam bernegara di Indonesia seperti saat ini, tentunya lelang jabatan akan
sulit untuk dilaksanakan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem
politik dan birokrasi, sangat sulit untuk dipisahkan. Adanya istilah bagi-bagi
“kue kekuasaan” pada pemerintahan tingkat pusat sangat mungkin berlaku juga
pada tingkat pemerintah daerah. Sehingga sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan lelang jabatan yang akan mudah diintervensi oleh kekuatan politik.
Jika sistem lelang
jabatan tetap dijalankan maka akan menghilangkan hak PNS yang tercantum dalam
Pasal 72 ayat 2 yang disebutkan tadi, contohnya PNS tersebut memiliki integritas
kerja yang baik, memenuhi persyaratan yang ditentukan tapi gugur disaat tes
yang diadakan dalam sistem lelang jabatan. Berdasarkan Pasal 77 ayat (5) “hasil
penilaian kerja PNS digunakan untuk menjamin objektivitas dalam pengembangan
PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan jabatan, dan kenaikan
pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi , mutasi dan promosi serta untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan”.
Pada dasarnya sistem
lelang jabatan ini tidak diatur secara tegas dan tersurat dalam UU ASN sehingga
ketentuan yang menyiratkan dimungkinkan pelaksanaan lelang jabatan akan sangat
mudah untuk ditafsirkan lain. Dalam UU ASN sendiri terdapat konflik norma yang
terjadi antara Pasal 72 ayat 2 dengan pasal 77 ayat 5. Tentu saja adanya
konflik norma ini sama sekali tidak memberikan kepastian hukum dalam penerapan
lelang jabatan.
Oleh karena itu, jika sistem ini diterapkan
maka akan menimbulkan banyak permasalahan karena landasan yuridis sistem ini
tidak kuat. Akibatnya pelaksanaan lelang jabatan ini tidak mempunyai dasar
hukum yang jelas dan hasil dari lelang jabatan juga cacat hukum.
C.
PENUTUP
Kesimpulan
dan Gagasan
Persepsi yang bijak terhadap sistem lelang jabatan akan
memberikan dorongan positif terhadap lahirnya birokrat-birokrat yang memiliki
kompetensi baik dan akan melahirkan pejabat-pejabat yang memiliki kompetensi
sesuai dengan jabatannya serta mendapatkan pejabat-pejabat yang bersih dari
pratik-praktik korupsi. Sistem
lelang jabatan banyak mendapat gugatan dikarenakan masih banyak masyarakat yang
tidak paham dengan sistem lelang jabatan ini. Sebenarnya sistem ini baik karena
dapat memilih PNS yang memiliki potensi, profesionalitas dan integritas untuk
kemajuan reformasi birokrasi. Secara
konstitusional lelang jabatan akan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap
warga negara untuk memberikan sumbangsihnya dalam pemerintahan.
Sistem ini juga dapat
mengurangi praktik KKN karena berdasarkan asas penyelenggaraan kebijakan
aparatur sipil negara, pengisian jabatan dalam instansi pemerintah tidak bisa
dilakukan dengan diskriminatif. Jadi semua Aparatur sipil negara sama-sama
memiliki hak untuk bersaing dalam mencari jabatan yang dilelang tersebut
berdasarkan kemampuan menjalankan tugas yang efektif dan efisien tanpa ada
unsur politik kekuasaan dan jabatan atas dasar kekerabatan.
Jika dilihat dari sisi
kontra masalah sistem lelang jabatan ini justru akan menimbulkan masalah dalam
lingkungan PNS yang menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial dalam kalangan
PNS, contohnya saja pegawai yang sudah mengabdi selama 5 (lima) tahun yang
menantikan suatu jabatan tersebut ternyata harus bersaing dengan PNS yang baru
diangkat. Terkait juga dengan sistem lelang jabatan yang tidak diatur dalam
aparatur sipil negara yang berdasarkan UU ASN. Lamanya waktu seleksi lelang jabatan, secara otomatis akan
menyebabkan lamanya suatu pos jabatan kosong. Sehingga pelayanan publik yang
seharusnya menjadi kewajiban utama ASN tidak terwujud.
Pada dasarnya sistem lelang jabatan ini tidak diatur secara tegas dan tersurat
dalam UU ASN sehingga ketentuan yang menyiratkan dimungkinkan pelaksanaan
lelang jabatan akan sangat mudah untuk ditafsirkan lain.
Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi dampak negatif dengan dilaksanakannya lelang jabatan ini, ada
baiknya untuk memperjelas dasar hukumnya. Misalnya, memperketat syarat
administrasi (golongan, pangkat, kompetensi termasuk juga pengalaman dari calon
pejabat harus menjadi pertimbangan), sehingga akan mengurangi konflik-konflik
internal yang dapat mengganggu pelayanan publik kepada
masyarakat.
Daftar Pustaka
Acmad
herry, 2005, 9 Kunci Sukses Tim Sukses
Dalam Pilkada Langsung, Jakarta : Galang Press.
Agus Dwiyanto,
2011, Mengembalikan Kepercayaan Publik
Melalui Reformasi Birokrasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ahmad
Qodir Abdilah Azizy, 2007,Change
Management Dalam Reformasi Birokrasi,
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Deddy
Supriady Bratakusumah, 2002, Otonomi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Hanif Nurcholis,
2007, Teori dan Praktik Pemerintahan dan
Otonomi Daerah, Jakarta : PT Grasindo.
Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2005,
Manajemen Publik, Jakarta: Grasindo.
Hetifah SJ,
Sumarto, 2009, Inovasi Partisipasi dan Good Governance,
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Siswanto Sunarno, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta
: Sinar Grafika.
Wijayanto,Ridwan
Zachrie, 2009, Korupsi Mengorupsi
Indonesia:Sebab Akibat dan Prospek Pemberantasan, Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Indonesia,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara
,
Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
, Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2012 tentang tata cara pengisian jabatan
struktural yang lowong secara terbuka di lingkungan instansi pemerintah
Mahmun
Syarif Nasution, “Lelang Jabatan Dalam Perspektif Kebijakan Publik”, http://sumut.kemenag.go.id/file/file/TULISANPENGAJAR/vdyr1370450043.pdf, diakses pada tanggal 13 Mei 2015.
http://Wartakota.tribunnews.com/2015/01/21/fitra-lelang-jabatan-di-pemprov-dki-penuh-kecurangan.
http://www.kemenkeu.go.id/artikel/lelang-jabatan-penerapan-good-governance-dalam-birokrasi.
[1] Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan
Daerah di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hlm. 4
[2]
Wartakota.tribunnews.com/2015/01/21/fitra-lelang-jabatan-di-pemprov-dki-penuh-kecurangan
[3] Deddy Supriady Bratakusumah, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 21
[4] answerability : (pertanggung
jawaban) karena adanya pemberian otoritas
maka sudah menjadi kewajiban penerima otoritas untuk menginformasikan
dan menjelaskan apa yang mereka lakukan kepada instansi terkait dan publik.
[5] Enforcement : bahwa
dalam akuntabilitas ada kapasitas untuk menjatuhkan sanksi dan memberikan
ganjaran pada pemegang otoritas.
[7] Acmad herry, 9 kunci sukses tim
sukses dalam pilkada langsung, (Jakarta:Galang Press,2005)hlm 41
[8] Ahmad Qodir Abdilah Azizy, Change Management Dalam Reformasi Birokrasi,
(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2007),hlm.74
[9] Hessel Nogi S. Tangkilisan,
Manajemen Publik, (Jakarta: Grasindo, 2005),hlm.100
[10] Hanif Nurcholis.Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi
Daerah. (Jakarta:PT Grasindo, 2007), hlm.245
[11] Wijayanto,Ridwan Zachrie, Korupsi Mengorupsi Indonesia:Sebab Akibat
dan Prospek Pemberantasan, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2009) hml.11
[12] Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi
Daerah, (Jakarta:PT Grasindo,2007),hlm.313
[13] Agus Dwiyanto, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui
Reformasi Birokrasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2011) hlm.189
[14] Seri perundangan, kumpulan peraturan pemerintah tentang penerimaan PNS, (Jogjakarta: Pustaka Yudistira 2006)
hml.186
[15] Hetifah SJ, Sumarto, Inovasi
Partisipasi dan Good Governance, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,
2009) hlm.94
[16]Mahmun
Syarif Nasution, “Lelang Jabatan Dalam Perspektif
Kebijakan Publik”,
http://sumut.kemenag.go.id/file/file/TULISANPENGAJAR/vdyr1370450043.pdf, diakses pada tanggal 13 Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar